Empat tahun kemudian kelas menulis Rumah Baca Akkitanawa
(RBA) dihelat kembali. Ada gelombang dan semangat baru di kelas kali ini. Bukan
berarti yang lalu tak punya semangat, namun kali ini berbeda.
Ada semacam gelora yang tak sekeras dulu. Walau saya mengakui,
ini terlalu dini untuk menilai, sebab kelas baru saja dimulai. Tapi mari kita
lihat nanti. Di pertemuan selanjutnya. Apa gelora itu terjaga. Tapi, di kelas
saya bilang ke peserta bahwa proses seleksi pasti terjadi. Pada akhirnya,
perjalanan kelas akan menentukan siapa yang bertahan. Walau tentu kita punya
harapan semua peserta bertahan hingga kelas selesai.
Sisi lain, yang berbeda dari kelas ini, pesertanya sangat
beragam, ada pelajar, mahasiswa dan dosen. Ini membuka ruang silang pengetahuan
sangat kaya. Pengalaman terasa lengkap dipelajari. Data-data alam berpikir
setiap generasi, setiap level umur menjadi terwakili.
***
Empat tahun yang lalu, kelas hanya berjalan empat kali
pertemuan. Setelah itu, kelas bubar. Hingga hari ini saya tidak menemukan
jawaban yang pasti penyebab bubarnya kelas kala itu. Saya hanya menduga,
mungkin karena peserta tidak sanggup
menyetor tulisan setiap pertemuannya. Bisa jadi karena tulisannya tidak siap
dikurasi dengan “kejam”.
Atau mungkin saja karena peserta punya kesibukan yang lebih
penting daripada kelas menulis. Tapi yang pasti, kelas menulis empat tahun yang
lalu, gagal melahirkan penulis dalam kategori tertentu.
Sejauh pengetahuan saya, di antara peserta tersebut, tak ada
satu pun yang berhasil menulis di media daring yang bergengsi. Tak ada yang
dapat dibaca di media cetak. Apalagi sampai melahirkan buku. Cita-cita mereka
untuk menjadi penulis tidak kesampaian hingga hari ini.
Memang perlu diakui bahwa mengikuti kelas menulis di RBA,
bukan satu-satunya jalan untuk menjadi penulis. Tentu di luar sana banyak
jalan, yang penting mereka memiliki keuletan dalam belajar mandiri. Terus
mengasah dirinya secara mandiri.
Kelas menulis ini, bisa dibilang hanya wadah pemantik,
pemicu, motivasi, atau tempat belajar
bersama dalam menemukan cara menulis kita masing-masing. Kelas menulis ini,
seumpama akademi yang berupaya menemukan potensi menulis kita. Di tempat ini,
potensi itu digali dengan cara tertentu. Dengan metode tersendiri.
Perihal metode, kelas kali ini menerapkan metode yang tak
jauh berbeda kelas menulis empat tahun lalu. Metode ini tetap dipakai, sebab
sejauh ini, jika konsisten dijalankan, ia benar-benar bisa melahirkan penulis
sebagaimana yang lalu-lalu, di tempat lain. Penulis yang dimaksud, tentu dalam
kategori yang sesuai dengan target kami.
***
Minggu pada siang yang terik, peserta mulai berdatangan
satu-persatu. Tak lama itu, kelas dimulai. Saya tidak memulai dengan
perkenalan. Saya berpikir, pada akhirnya mereka akan akrab satu sama lain
dengan seringnya bertemu dalam kelas.
Saya memulai dengan menjelaskan arah kelas. Menguraikan apa
saja yang menjadi target kita mengikuti kelas menulis ini. Yang pasti tak lupa
membahas kewajiban peserta.
Orientasi kelas dimulai dengan membahas metode. Kita
bersepakat memadukan teori dan praktik, walau kita juga bersepakat memberi
ruang lebih besar pada praktik. Makanya, peserta perlu memenuhi kewajiban
menyetor tulisan setiap pertemuan.
Pemeriksaan tulisan bersama-sama adalah cara yang kami
tempuh. Ini adalah jalan memberi ruang akan kesamaan dalam kelas. Kami
membangun prinsip semua bisa memberi masukan satu sama lain di setiap tulisan
yang diperiksa. Kami mengikrarkan bahwa peserta kelas bisa jadi murid dan guru.
Kami akan belajar bersama-sama.
***
Ada tiga aspek di tulisan peserta yang akan diperiksa.
Pertama, aspek bahasa dan segala aturan-aturannya. Ini tentu bukan perkara
mudah. Kita seperti kembali belajar Bahasa Indonesia. Kita perlu lagi mengeja
bahasa baku. Kemudian hal lain, peletakan tanda baca yang tepat juga akan kami
periksa di aspek ini.
Kedua, logika tulisan. Tentu tulisan adalah rangkaian
premis. Tulisan kadang kala mengalami masalah disebabkan oleh premis yang tidak
koheren satu sama lain, sehingga maksud tulisan susah untuk dimengerti. Perkara
yang lain, premis tulisan kadang berbelit-belit yang sebenarnya bisa
diefektifkan. Bisa disederhanakan.
Ketiga, ide atau gagasan tulisan. Memeriksa ide, juga bukan
pekerjaan mudah. Karena ini perkara memeriksa pikiran si penulis dalam
tulisannya. Tentu kami hanya dijembatani oleh referensi yang penulis/peserta
pakai. Ditelusuri melalui data-data yang ia digunakan.
***
Menjelang magrib, pertemuan pertama selesai. Kami akan
ketemu di Minggu berikutnya. Peserta balik ke rumah masing-masing. Saya
berharap, di perjalanan pulang mereka sudah memikirkan bahan yang akan mereka
tuliskan. Semoga. Kita lihat saja hari Minggu berikutnya. Sampai jumpa.
Asran Salam
Founder Rumah Baca Akkitanawa
No comments:
Post a Comment