Wednesday, October 18, 2023

Asran Salam Voltaire seorang filosof Perancis pernah berkata, cara terbaik menilai seseorang bukan dari jawaban yang dia berikan...

Bertanya ala Socrates

No comments:
 





Asran Salam


Voltaire seorang filosof Perancis pernah berkata, cara terbaik menilai seseorang bukan dari jawaban yang dia berikan, melainkan dari pertanyaan yang dia ajukan

Sebegitu pentingkah pertanyaan? 

Perihal pertanyaan, barangkali Socrates adalah masternya. Ia filosof Yunani yang begitu terkenal. Socrates lahir sekitar 469 SM.  Hampir semua hidupnya dihabiskan di Athena. Ayahnya bernama Sophroniscus, berprofesi sebagai tukang batu dan ibunya, Phaenarete, adalah seorang bidan. 

Socrates tidak menuliskan pikiran-pikirannya. Namun, berkat muridnya Xenophon dan Plato akhirnya filsafat Socrates dapat kita kenal. Ia banyak dituliskan dalam dialog-dialog. Menjadi tokoh dalam tulisan kedua muridnya ini.

Hal lain yang banyak diceritakan bahwa Socrates pernah terlibat dalam militer. Sebagai prajurit infanteri, Socrates menunjukkan ketahanan fisik dan keberanian yang besar, menyelamatkan pemimpin Athena masa depan Alcibiades selama pengepungan Potidaea pada tahun 432 SM. 

Salah satu yang populis darinya adalah kematiannya yang tragis. Sebuah tuduhan yang dia tidak lakukan menyeretnya ke pengadilan yang tidak adil. Murid-muridnya tidak menerima tuduhan itu. Namun, Socrates dengan tenang menerima vonis yang dituduhkan kepadanya: harus minum racun.
"Ia telah merusak iman anak-anak muda Yunani," kurang lebih seperti itu tuduhan dialamatkan padanya.

Padahal Socrates hanya menemui orang-orang dan mengajaknya bercakap. Memang ia filosof yang dikenal gemar bertanya. Setiap orang ditemaninya bicara, ia lebih sering bertanya daripada menjelaskan. Filsafatnya bukan tentang sistematika pemikiran tapi seni bertanya. Ia lebih mementingkan metode daripada hasil. 

Sejak awal ia menyadari dirinya bahwa pengetahuannya adalah ketidaktahuannya—“saya tahu bahwa saya tidak tahu”. Di sini, ia kemudian benar-benar berangkat untuk polos bertanya. Mengajukan gugatan terhadap apa pun yang dianggap benar. Dianggap mapan. 


Dialog (dialektika) sebagai metode

Socrates terus bertanya hingga melahirkan dialog. Dialog sendiri akhirnya menjadi metodenya. Dialog dari dua kata—dia dan logos. Dia artinya antara bisa juga berarti melintasi atau menyeberangi, logos diartikan sebagai kata, nalar atau pengetahuan. Socrates mendatangi orang-orang untuk berdialog atau bercakap-cakap agar sama-sama bisa menyeberangi atau melintasi apa yang dianggap pengetahuan mapan. Apa yang terima sebagai kebenaran. 

Dalam dialog, Socrates bertindak seperti bidan tidak dalam rangka melahirkan anak. Tapi, untuk melahirkan pikiran. Ini dilakukan sebab sejak awal Socrates melihat manusia tidaklah kosong—tak memiliki pengetahuan apa pun.

Dua hal penting dari dialog Socrates, pertama, realisasi  ketidaktahuan dan ketidakberdayaan (aporia) pada lawan bicara. Kedua, Socrates tidak mengarahkan mitra dialog ke topik abstrak, tetapi mempertajam kekuatan pengamatannya melalui contoh hipotetis.

Dalam proses dialog, Socrates mengajukan beberapa bentuk pertanyaan kepada lawan dialognya. Charles Leon dalam tulisannya The Six Socratik Questions memetakan jenis bertanya Socrates. 

Pertama, bertanya untuk klarifikasi sebuah upaya untuk menjernihkan anggapan lawan bicara atau banyak orang. Kedua, bertanya untuk menyelidiki asumsi. Kita tahu bawa di sekitar kita banyak sekali berseliweran asumsi-asumsi dan diterima begitu saja sebagai kebenaran yang sebenarnya perlu diselidiki kebenarannya. 

Ketiga, bertanya untuk menyelidiki alasan dan bukti. Kadang kala kita menerima saja alasan dan bukti yang diajukan kepada kita, padahal itu bisa saja tidak rasional maupun faktual. Keempat, bertanya untuk pertimbangan perspektif alternatif. Sebenarnya bisa jadi yang kita hadapi bisa dilihat dari berbagai cara pandang namun kita sudah terjebak pada satu cara pandang saja.  

Kelima, bertanya untuk pertimbangan implikasi dan konsekuensi. Bahwa setiap pikiran atau asumsi yang kita terima punya konsekuensi dan implikasi sehingga memberi pertimbangan konsekuensi adalah cara untuk meralat atau pun meneguhkan pikiran dan asumsi kita. Keenam, pertanyaan mete. Mempertanyakan pertanyaan. Upaya menelisik  maksud dan tujuan dari pertanyaan seseorang. Jadi langkahnya adalah mempertanyakan pertanyaan.  

Setelah Socrates, kita bagaimana?

Socrates tak ada lagi, tidak hanya dalam arti fisik--tubuhnya, bisa jadi juga dengan pikirannya.  Metodenya. Di kehidupan ini, bisa jadi kita tak lagi memasukkan pertanyaan sebagai suatu yang penting. Pertanyaan sesuatu tidak relevan lagi. Pertanyaan seperti barang langkah. Antik yang hanya tersimpan di museum alam bawa sadar. Dan kita sudah lama mengabaikannya. Menutupnya rapat-rapat di keseharian yang lalu lalang. Menjalani hidup. Dan hidup berjalan dan itulah kita anggap baik. 

Padahal penting untuk kita bertanya benarkah hidup yang kita jalani ini sudah baik? Seperti apakah hidup yang baik itu? Dengan memiliki uang yang banyak. Benarkah dengan memiliki uang banyak sebagai hidup yang baik? Apakah kebaikan hidup dilekatkan pada yang kita miliki? Dan tentu masih banyak lagi pertanyaan yang lain.

Pertanyaan memang banyak mengusik apa yang kita anggap sudah mapan. Tapi kan yang anggap mapan bisa jadi belum tentu baik? 

No comments:

Post a Comment