Friday, December 1, 2023

Asran Salam Mungkin tidak salah jika kita mengatakan bahwa filsafat Stoa lahir dari kemalangan. Muncul dari nasib yang tidak bai...

Menyiasati Hidup dengan Filsafat Stoa

No comments:
 

Asran Salam

Mungkin tidak salah jika kita mengatakan bahwa filsafat Stoa lahir dari kemalangan. Muncul dari nasib yang tidak baik. Hadir dari pelayaran kapal yang karam. Zeno pendiri Mazhab Stoa mengalaminya. Ketika ia sedang berdagang bersama ayahnya, kapal yang membawa barang-barang dagangannya raib dibawa oleh gelombang. Kapalnya karam. 

Tapi, musibah itu membawa ia membaca buku Memoralibia Xhenopon. Dari buku itu, ia mengenal dan ingin menjadi Socrates. Akhirnya, Zeno belajar filsafat pada Crates seorang filosof sinis. Namun, kemudian hari, ia mengambil jalur lain dari sinisme—lalu mendirikan Mazhab Stoa. 

Stoa diartikan beranda atau teras. Filsafat Stoa sebenarnya merujuk orang-orang yang belajar filsafat di beranda atau teras gedung di Athena—Yunani. Seiring perjalanan waktu Stoa menjadi mazhab sendiri. Setelah Zeno selaku pendiri, Stoa mengalami perkembangan puncak di Romawi. Beberapa filosofnya yang terkenal berasal dari Romawi sebut saja Epictetus, Marcus Aurelius, Seneca dll. Ia berkembang menjadi filsafat tentang bagaimana cara menjalani hidup. Cara menyiasatinya dengan segala problemnya. 

Kita tahu, hidup bukan hanya tentang kesenangan, tapi juga derita. Tak meluluh keberuntungan, tapi juga dengan kemalangan. Tak sekadar kesuksesan, tapi juga kegagalan. Bukan hanya cerita-cerita manis, namun juga kepahitan. Tak selamanya tentang kemudahan, namun juga kesulitan. Kadang kala kita di atas, tiba-tiba saja kita di bawah. Sering kali kita terdepan, tapi tak jarang kita di belakang.

Banyak hal dalam hidup tidak berjalan sesuai keinginan kita, walau ada juga yang sejalan. Banyak cita-cita berjalan tidak seperti apa yang kita harapkan. Kita sudah sekolah tinggi-tinggi, tapi tak juga mendapatkan pekerjaan akhirnya kecemasan datang. Karena kesalahan sedikit saja, tiba-tiba saja kita dipecat. Kita sudah sungguh-sungguh belajar, tapi dosen memberi nilai rendah.

Dengan segala naik turunnya kehidupan seperti ini, lalu bagaimana baiknya ia dijalani? Di sinilah Stoik memberi rumusan. Membukakan peta secara praktis. Menunjukkan langkah-langkah yang perlu dipilih. Memberi pemahaman akan hidup tenang dan damai walau apa pun situasinya. 

Dikotomi kontrol, ini siasat pertama ditawarkan oleh Stoa. Ihwal dikotomi kontrol ini, gambaran sederhananya seperti apa yang Epictetus katakan, “Tugas utama dalam hidup adalah mengenali dan memisahkan hal-hal eksternal yang tidak di bawah kendali saya, dan yang berkaitan dengan pilihan yang benar-benar saya kendalikan”. 

Dua hal kendali ini saja yang sesarinya diajarkan oleh Stoa. Kita hanya perlu menyadari bahwa banyak hal sebenarnya di luar dari kendali kita. Seperti tindakan, pikiran, opini orang lain. Situasi alam seperti banjir dan gempa maupun fenomena alam yang lain. Kedua segala hal yang ada dalam kendali kita seperti persepsi, tujuan hidup dan tindakan kita. 

Konsep dikotomi kontrol ini hendak menyadarkan setiap individu, di luar sana sungguh sangat banyak di luar dari kendali. Dan baiknya kita fokus pada apa yang bisa dikendalikan. Stoa mengajarkan untuk tidak menggantungkan hidup di luar kendali kita. 
Sehingga yang perlu dilakukan seperti doa (serenity prayer) yang sangat terkenal itu “Tuhan, berilah ketenangan untuk menerima hal-hal tidak bisa kuubah, dan keberanian mengubah hal-hal yang bisa kuubah, dan kebijaksanaan untuk bisa membedakan keduanya”.

Premeditatio Malorum istilah latin, kira-kira bisa diartikan sebagai “kontemplasi derita”. Kontemplasi derita, merupakan siasat kedua yang dihadirkan oleh Stoa. Ini semacam teknik psikologis agar kita lebih siap menerima penderitaan. Dan menyadari bahwa kemalangan bisa datang kapan saja. 
Kehidupan tak mungkin bisa dihindarkan dari derita. Ia adalah sisi lain dari warna hidup, seperti kata kaum eksistensialis, bukti kita hidup karena adanya derita-derita itu. Atau apa diakukan oleh Budha, hidup adalah sumber penderitaan. Atau Seneca, salah satu tokoh Stoa berujar, musibah terasa berat bagi mereka yang hanya mengharap keberuntungan.

Kontemplasi derita adalah tawaran Stoa agar dalam hidup, mental kita siap menghadapi kenyataan. Mengurangi beban jika hal buruk memang terjadi. Menimbulkan rasa syukur di saat kemalangan tak datang. Kontemplasi derita ini mengasah mental kita agar lebih kuat menghadapi liku-liku kehidupan.

Amor Fati istilah latin umumnya diartikan sebagai “mencintai takdir”. Ini tawaran siasat ketiga. Ini jalan untuk mengerti bahwa hidup memang demikian adanya karena adanya sesuatu di luar kendali berarti juga ada hal yang terjadi tak seperti kita inginkan dan itu harus diterima. Takdirnya kehidupan memang demikian adanya. Dan ingat takdir berada di luar kendali kita. 

Memento Mori juga dari bahasa latin barangkali bisa diartikan “real-saat ini”. Stoa menawarkan siasat keempat ini sebagai jalan untuk menghargai hidup saat ini. 
Kita tak perlu menyesali masa lalu dan tak usah risau dengan masa depan sebab kedua-keduanya sesuatu yang sudah terjadi dan belum terjadi. Perihal masa depan bukan berarti kita tak harus punya rencana tapi jika kita punya, biarkan ia berjalan dengan fokus pada apa yang hari ini. Selesaikan hari dengan baik karena hidup singkat sekali. Kematian setiap saat mengintai.

Demikian Stoa menawarkan cara menjalani hidup. Tentu kelihatan sederhana namun yang berat tentu menjalaninya. Tak mudah kata-kata Stoa dilakonkan, Sungguh butuh kerja serius yang terus diulang-ulang. Mempraktikkannya selalu.

Penulis adalah Dosen Sosiologi, Founder Rumah Baca Akkitanawa, Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Luwu




No comments:

Post a Comment