Monday, December 11, 2023

Perang Palestina-Israel, banyak menyayat hati. Beredar vidio di mana anak-anak Palestina jadi korban. Dalam perang memang selalu...


Perang Palestina-Israel, banyak menyayat hati. Beredar vidio di mana anak-anak Palestina jadi korban. Dalam perang memang selalu saja menyisakan luka; fisik dan psikologis.  Kita seperti tak habis pikir, di abad modern ini, masih saja penjajahan dilanggengkan. Israel sang agresor, terus saja mendapat dukungan. Sebagian besar Barat dan Amerika mengamini kejahatan Israel.


Negara tetangga Palestina sebagian besar tak juga bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa menyaksikan Libanon dengan Hisbullahnya berani berdiri menantang Israel. Atau Houti di Yaman sesekali memberi pukulan dengan rudalnya. Keduanya bisa dibilang faksi Iran (yang syiah itu). Kini Irak juga sudah mulai beraksi keras. Tapi, Arab Saudi, Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait dll di mana?

Terus kita yang jauh akan melakukan apa?

Mengutuk
Mengumpulkan sumbangan

Terus apa lagi?

Muhammad, anak pertama saya, melakukan hal yang bagi saya cukup radikal. Semenjak perang Palestina (Hamas) dan Israel meledak 7 Oktober lalu, pas jam pegang HP seringkali ia membuka info tentang Palestina. Dari situ ia pula tahu produk-produk yang memyumbang ke Israel. Dan kami orang tuanya hanya memberi info yang lain saja yang belum diketahui terkait Palestina.

Dulunya, jika ia swalayan modern atau pun warung makan, belanja bebas saja. Kini, sudah mulai pilih-pilih. Memilih produk yang tidak ada hubungannya dengan Israel. Setidaknya tidak menyumbang ke Israel. KFC dan McD sangat ia sukai. Tapi kini tak mau lagi masuk di kedua tempat itu. Ia melakukan boikot. Tindakan Muhammad tentu tak bisa secepatnya bisa mengalahkan Israel dan barangkali memang kecil kemungkinan ia mengalahkan Israel. Namun yang pasti, ia sangat membantu kami selaku orang tuanya. Ya tentu kalian tahulah...hehe.

Friday, December 1, 2023

Asran Salam Mungkin tidak salah jika kita mengatakan bahwa filsafat Stoa lahir dari kemalangan. Muncul dari nasib yang tidak bai...


Asran Salam

Mungkin tidak salah jika kita mengatakan bahwa filsafat Stoa lahir dari kemalangan. Muncul dari nasib yang tidak baik. Hadir dari pelayaran kapal yang karam. Zeno pendiri Mazhab Stoa mengalaminya. Ketika ia sedang berdagang bersama ayahnya, kapal yang membawa barang-barang dagangannya raib dibawa oleh gelombang. Kapalnya karam. 

Tapi, musibah itu membawa ia membaca buku Memoralibia Xhenopon. Dari buku itu, ia mengenal dan ingin menjadi Socrates. Akhirnya, Zeno belajar filsafat pada Crates seorang filosof sinis. Namun, kemudian hari, ia mengambil jalur lain dari sinisme—lalu mendirikan Mazhab Stoa. 

Stoa diartikan beranda atau teras. Filsafat Stoa sebenarnya merujuk orang-orang yang belajar filsafat di beranda atau teras gedung di Athena—Yunani. Seiring perjalanan waktu Stoa menjadi mazhab sendiri. Setelah Zeno selaku pendiri, Stoa mengalami perkembangan puncak di Romawi. Beberapa filosofnya yang terkenal berasal dari Romawi sebut saja Epictetus, Marcus Aurelius, Seneca dll. Ia berkembang menjadi filsafat tentang bagaimana cara menjalani hidup. Cara menyiasatinya dengan segala problemnya. 

Kita tahu, hidup bukan hanya tentang kesenangan, tapi juga derita. Tak meluluh keberuntungan, tapi juga dengan kemalangan. Tak sekadar kesuksesan, tapi juga kegagalan. Bukan hanya cerita-cerita manis, namun juga kepahitan. Tak selamanya tentang kemudahan, namun juga kesulitan. Kadang kala kita di atas, tiba-tiba saja kita di bawah. Sering kali kita terdepan, tapi tak jarang kita di belakang.

Banyak hal dalam hidup tidak berjalan sesuai keinginan kita, walau ada juga yang sejalan. Banyak cita-cita berjalan tidak seperti apa yang kita harapkan. Kita sudah sekolah tinggi-tinggi, tapi tak juga mendapatkan pekerjaan akhirnya kecemasan datang. Karena kesalahan sedikit saja, tiba-tiba saja kita dipecat. Kita sudah sungguh-sungguh belajar, tapi dosen memberi nilai rendah.

Dengan segala naik turunnya kehidupan seperti ini, lalu bagaimana baiknya ia dijalani? Di sinilah Stoik memberi rumusan. Membukakan peta secara praktis. Menunjukkan langkah-langkah yang perlu dipilih. Memberi pemahaman akan hidup tenang dan damai walau apa pun situasinya. 

Dikotomi kontrol, ini siasat pertama ditawarkan oleh Stoa. Ihwal dikotomi kontrol ini, gambaran sederhananya seperti apa yang Epictetus katakan, “Tugas utama dalam hidup adalah mengenali dan memisahkan hal-hal eksternal yang tidak di bawah kendali saya, dan yang berkaitan dengan pilihan yang benar-benar saya kendalikan”. 

Dua hal kendali ini saja yang sesarinya diajarkan oleh Stoa. Kita hanya perlu menyadari bahwa banyak hal sebenarnya di luar dari kendali kita. Seperti tindakan, pikiran, opini orang lain. Situasi alam seperti banjir dan gempa maupun fenomena alam yang lain. Kedua segala hal yang ada dalam kendali kita seperti persepsi, tujuan hidup dan tindakan kita. 

Konsep dikotomi kontrol ini hendak menyadarkan setiap individu, di luar sana sungguh sangat banyak di luar dari kendali. Dan baiknya kita fokus pada apa yang bisa dikendalikan. Stoa mengajarkan untuk tidak menggantungkan hidup di luar kendali kita. 
Sehingga yang perlu dilakukan seperti doa (serenity prayer) yang sangat terkenal itu “Tuhan, berilah ketenangan untuk menerima hal-hal tidak bisa kuubah, dan keberanian mengubah hal-hal yang bisa kuubah, dan kebijaksanaan untuk bisa membedakan keduanya”.

Premeditatio Malorum istilah latin, kira-kira bisa diartikan sebagai “kontemplasi derita”. Kontemplasi derita, merupakan siasat kedua yang dihadirkan oleh Stoa. Ini semacam teknik psikologis agar kita lebih siap menerima penderitaan. Dan menyadari bahwa kemalangan bisa datang kapan saja. 
Kehidupan tak mungkin bisa dihindarkan dari derita. Ia adalah sisi lain dari warna hidup, seperti kata kaum eksistensialis, bukti kita hidup karena adanya derita-derita itu. Atau apa diakukan oleh Budha, hidup adalah sumber penderitaan. Atau Seneca, salah satu tokoh Stoa berujar, musibah terasa berat bagi mereka yang hanya mengharap keberuntungan.

Kontemplasi derita adalah tawaran Stoa agar dalam hidup, mental kita siap menghadapi kenyataan. Mengurangi beban jika hal buruk memang terjadi. Menimbulkan rasa syukur di saat kemalangan tak datang. Kontemplasi derita ini mengasah mental kita agar lebih kuat menghadapi liku-liku kehidupan.

Amor Fati istilah latin umumnya diartikan sebagai “mencintai takdir”. Ini tawaran siasat ketiga. Ini jalan untuk mengerti bahwa hidup memang demikian adanya karena adanya sesuatu di luar kendali berarti juga ada hal yang terjadi tak seperti kita inginkan dan itu harus diterima. Takdirnya kehidupan memang demikian adanya. Dan ingat takdir berada di luar kendali kita. 

Memento Mori juga dari bahasa latin barangkali bisa diartikan “real-saat ini”. Stoa menawarkan siasat keempat ini sebagai jalan untuk menghargai hidup saat ini. 
Kita tak perlu menyesali masa lalu dan tak usah risau dengan masa depan sebab kedua-keduanya sesuatu yang sudah terjadi dan belum terjadi. Perihal masa depan bukan berarti kita tak harus punya rencana tapi jika kita punya, biarkan ia berjalan dengan fokus pada apa yang hari ini. Selesaikan hari dengan baik karena hidup singkat sekali. Kematian setiap saat mengintai.

Demikian Stoa menawarkan cara menjalani hidup. Tentu kelihatan sederhana namun yang berat tentu menjalaninya. Tak mudah kata-kata Stoa dilakonkan, Sungguh butuh kerja serius yang terus diulang-ulang. Mempraktikkannya selalu.

Penulis adalah Dosen Sosiologi, Founder Rumah Baca Akkitanawa, Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Luwu




Wednesday, October 18, 2023

Asran Salam Voltaire seorang filosof Perancis pernah berkata, cara terbaik menilai seseorang bukan dari jawaban yang dia berikan...






Asran Salam


Voltaire seorang filosof Perancis pernah berkata, cara terbaik menilai seseorang bukan dari jawaban yang dia berikan, melainkan dari pertanyaan yang dia ajukan

Sebegitu pentingkah pertanyaan? 

Perihal pertanyaan, barangkali Socrates adalah masternya. Ia filosof Yunani yang begitu terkenal. Socrates lahir sekitar 469 SM.  Hampir semua hidupnya dihabiskan di Athena. Ayahnya bernama Sophroniscus, berprofesi sebagai tukang batu dan ibunya, Phaenarete, adalah seorang bidan. 

Socrates tidak menuliskan pikiran-pikirannya. Namun, berkat muridnya Xenophon dan Plato akhirnya filsafat Socrates dapat kita kenal. Ia banyak dituliskan dalam dialog-dialog. Menjadi tokoh dalam tulisan kedua muridnya ini.

Hal lain yang banyak diceritakan bahwa Socrates pernah terlibat dalam militer. Sebagai prajurit infanteri, Socrates menunjukkan ketahanan fisik dan keberanian yang besar, menyelamatkan pemimpin Athena masa depan Alcibiades selama pengepungan Potidaea pada tahun 432 SM. 

Salah satu yang populis darinya adalah kematiannya yang tragis. Sebuah tuduhan yang dia tidak lakukan menyeretnya ke pengadilan yang tidak adil. Murid-muridnya tidak menerima tuduhan itu. Namun, Socrates dengan tenang menerima vonis yang dituduhkan kepadanya: harus minum racun.
"Ia telah merusak iman anak-anak muda Yunani," kurang lebih seperti itu tuduhan dialamatkan padanya.

Padahal Socrates hanya menemui orang-orang dan mengajaknya bercakap. Memang ia filosof yang dikenal gemar bertanya. Setiap orang ditemaninya bicara, ia lebih sering bertanya daripada menjelaskan. Filsafatnya bukan tentang sistematika pemikiran tapi seni bertanya. Ia lebih mementingkan metode daripada hasil. 

Sejak awal ia menyadari dirinya bahwa pengetahuannya adalah ketidaktahuannya—“saya tahu bahwa saya tidak tahu”. Di sini, ia kemudian benar-benar berangkat untuk polos bertanya. Mengajukan gugatan terhadap apa pun yang dianggap benar. Dianggap mapan. 


Dialog (dialektika) sebagai metode

Socrates terus bertanya hingga melahirkan dialog. Dialog sendiri akhirnya menjadi metodenya. Dialog dari dua kata—dia dan logos. Dia artinya antara bisa juga berarti melintasi atau menyeberangi, logos diartikan sebagai kata, nalar atau pengetahuan. Socrates mendatangi orang-orang untuk berdialog atau bercakap-cakap agar sama-sama bisa menyeberangi atau melintasi apa yang dianggap pengetahuan mapan. Apa yang terima sebagai kebenaran. 

Dalam dialog, Socrates bertindak seperti bidan tidak dalam rangka melahirkan anak. Tapi, untuk melahirkan pikiran. Ini dilakukan sebab sejak awal Socrates melihat manusia tidaklah kosong—tak memiliki pengetahuan apa pun.

Dua hal penting dari dialog Socrates, pertama, realisasi  ketidaktahuan dan ketidakberdayaan (aporia) pada lawan bicara. Kedua, Socrates tidak mengarahkan mitra dialog ke topik abstrak, tetapi mempertajam kekuatan pengamatannya melalui contoh hipotetis.

Dalam proses dialog, Socrates mengajukan beberapa bentuk pertanyaan kepada lawan dialognya. Charles Leon dalam tulisannya The Six Socratik Questions memetakan jenis bertanya Socrates. 

Pertama, bertanya untuk klarifikasi sebuah upaya untuk menjernihkan anggapan lawan bicara atau banyak orang. Kedua, bertanya untuk menyelidiki asumsi. Kita tahu bawa di sekitar kita banyak sekali berseliweran asumsi-asumsi dan diterima begitu saja sebagai kebenaran yang sebenarnya perlu diselidiki kebenarannya. 

Ketiga, bertanya untuk menyelidiki alasan dan bukti. Kadang kala kita menerima saja alasan dan bukti yang diajukan kepada kita, padahal itu bisa saja tidak rasional maupun faktual. Keempat, bertanya untuk pertimbangan perspektif alternatif. Sebenarnya bisa jadi yang kita hadapi bisa dilihat dari berbagai cara pandang namun kita sudah terjebak pada satu cara pandang saja.  

Kelima, bertanya untuk pertimbangan implikasi dan konsekuensi. Bahwa setiap pikiran atau asumsi yang kita terima punya konsekuensi dan implikasi sehingga memberi pertimbangan konsekuensi adalah cara untuk meralat atau pun meneguhkan pikiran dan asumsi kita. Keenam, pertanyaan mete. Mempertanyakan pertanyaan. Upaya menelisik  maksud dan tujuan dari pertanyaan seseorang. Jadi langkahnya adalah mempertanyakan pertanyaan.  

Setelah Socrates, kita bagaimana?

Socrates tak ada lagi, tidak hanya dalam arti fisik--tubuhnya, bisa jadi juga dengan pikirannya.  Metodenya. Di kehidupan ini, bisa jadi kita tak lagi memasukkan pertanyaan sebagai suatu yang penting. Pertanyaan sesuatu tidak relevan lagi. Pertanyaan seperti barang langkah. Antik yang hanya tersimpan di museum alam bawa sadar. Dan kita sudah lama mengabaikannya. Menutupnya rapat-rapat di keseharian yang lalu lalang. Menjalani hidup. Dan hidup berjalan dan itulah kita anggap baik. 

Padahal penting untuk kita bertanya benarkah hidup yang kita jalani ini sudah baik? Seperti apakah hidup yang baik itu? Dengan memiliki uang yang banyak. Benarkah dengan memiliki uang banyak sebagai hidup yang baik? Apakah kebaikan hidup dilekatkan pada yang kita miliki? Dan tentu masih banyak lagi pertanyaan yang lain.

Pertanyaan memang banyak mengusik apa yang kita anggap sudah mapan. Tapi kan yang anggap mapan bisa jadi belum tentu baik? 

Wednesday, April 12, 2023

Mukadimmah Pada perkembangan pemikiran tentang manusia melahirkan berbagai cara pandang melihat manusia. Ada yang beranggapan ba...


Mukadimmah

Pada perkembangan pemikiran tentang manusia melahirkan berbagai cara pandang melihat manusia. Ada yang beranggapan bahwa manusia seperti makhluk lain yang hanya sebatas susunan materi. Perubahan pada manusia tidak terlepas pada perubahan material saja, kehidupan seperti tumbuh, berkembang biak semua itu tidak memiliki relevansi atau kaitanya dengan non material. Pandangan lain melihat manusia tidak hanya pada susunan materil akan tetapi melihat Sesuatu yang subtantif dari manusia yakni bahwa manusia memiliki fitrah yang kecenderungan pada kesempurnaan. Dengan fitrah yang dimiliki pada dirinya sebagai sebuah nilai ke-Ilahiaan ketika di aktualkan akan membawa manusia pada proses transendensi.

Pada diri manusia, sesuatu yang tidak bisa dingkari kecederungan akan hal-hal sifatnya hewani sehingga semestinya manusia berproses dari sisi hewani menuju sisi ke-Ilahian. Karena ketika manusia hanya berhenti pada materil (hewani) maka dengan sendirinya manusia telah meruntuhkan nilai keistimewaannya. Manusia pada kenyataan seperti ini tidak bisa lagi di bedakan dengan makhluk lainnya.

Manusia sebagai penciptaan terakhir dari sekian mahkluk yang telah dciptakan Tuhan, memiliki keistimewaan karena diberi tugas untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Ketika makhluk lain di berikan tugas ini semuanya enggan untuk menerimanya. Keistimewaan manusia pada sisi lain memiliki kebebasan untuk memilih pilihan dari berbagai pilihan yang telah ditetapkan oleh Tuhan yang tentunya dengan barengi konsekuensi dari pilihan tersebut. Akal sebagai salah satu pembeda dengan makhluk yang lain dan merupakan anugerah Tuhan menjadi timbangan dalam setiap perilaku manusia, Kesempurnaan akal yang di miliki manusia meniscayakan manusia tersebut akan sampai pada taraf a’rif dimana kebijaksanaan, keadilan akan menjadi sebuah karakter dalam dirinya. Nilai-nilai Ilahi menjadi wujud dalam tingkah lakunya (Akhlak).

Dalam perjalanan sejarah manusia, pada awalnya adalah ummat yang satu namun karena pertikaian dalam internal manusia yang mengakibatkan kerusakan-kerusakan. Pertikaian yang di akibatkan bergesernya manusia dari fitrahnya yag sebenarnya harus diaktulakan sehingga kedamaian, persaudaraan akan tercipta. Namun, kenyataanya manusia lebih memilih mengaktualkan kebinatangannya.

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia tentunya tidak mampu untuk membawa manusia itu sendiri pada kedekatan dengan penciptanya sebagai sebuah tujuan dari segala tujuan sehinnga dengan kecintaan Tuhan (Pencipta) pada hambannya untuk menyelesaikan pertikaian itu maka, Tuhan menurunkan solusi dari kalangan manusia itu dengan mengutus manusia pilihan dari kalangan mereka sendiri yang kelak disebut sebagai Nabi, Rasul, atau pemimpin.

Manusia itu adalah ummat yang satu (setelah timbul perselesihan). Maka, Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihan. (QS. Al-Baqarah; 213)

Kehadiran nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan tentunya bertujuan untuk bagaimana manusia itu kembali utuh sebagai ummat yang satu. Ummat yang penuh dengan kedamaian, persaudaran dan yang terpenting menjadi ummat yang bersama-sama bergerak menuju kedekatan dengan Tuhan.

Nabi dan Rasul Dalam Definisi

Dalam pembahasan kenabian salah satu subtema yang mesti dijelaskan adalah definisi nabi dan rasul. Maksud dan tujuan perlunya untuk memberikan batasan kepada nabi dan rasul agar supaya kita dapat membedakannya dengan yang bukan nabi karena dalam sehari-hari kita ada dua terma yang selalu beriringan yakni nabi dan rasul. Menurut Imam Ali pada dasarnya Nabi itu berjumlah sekitar 124 ribu. Lalu apakah perbedaan nabi dan rasul?. Maka, dari pertanyaan inilah kita mulai mencoba mengurai tentang apa definisi nabi dan Rasul.

Nabi adalah pembawa berita. Nabi adalah seorang yang menerima berita disisi Allah sedangkan Rasul adalah utusan Allah yang memiliki tugas tertentu, baik itu tugas berupa perintah dari Allah untuk menyampaikan Syariat kepada ummat atapun tugas dan tanggung jawab yang lain dari pada itu. Pengetahuan yang selama ini yang berkembang dimasyarakat pada umumnnya membedakan antara nabi dan Rasul. Nabi adalah utusan Tuhan yang tidak membawa ajaran syariat tertentu sedangkan yang dimaksud dengan rasul seorang yang membawa syariat tertentu untuk disampaikan kepada umat pada hal menurut Al-Quran yang membawa syariat biasa disebut nabi dan yang tidak membawa syariat biasa disebut dengan rasul.

Pada dasarnya antara nabi dan rasul tidaklah memiliki perbedaan. Semua nabi adalah rasul akan tetapi tidak semua rasul adalah nabi. Dalam Al-Quran Malaikat tertentu juga disebut sebagai rasul seperti misalnya malaikat jibril.

“Sesungguhya Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril).” (QS. At-Takwir: 19)

Bukti lain dalam Al-Quran bahwa rasul (utusan) tidak hanya dari kalangan nabi akan tetapi juga berasal dari kalangan selain nabi. Kata Ba’ts dalam Al-Quran yang berarti (pengutusan) terdapat dalam satu ayat, dimana ayat tersebut di khususkan kaum tertentu yang diberi kekuatan oleh Tuhan untuk memerangi kaum yahudi yang congkak.

“Maka apabila datang saat hukuman bagi kejahatan pertama dari kedua kejahatan itu, kami utus (ba’atsna) kepadamu hamba-hamba kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung dan itulah ketetapan yang pasti” (QS. al-Isra: 5)

Nabi dan rasul dua karakter yang mewujud dalam diri seseorang yang pada dasarnya tidak terpisahkan. Antara nabi dn rasul sama-sama utusan Tuhan dan juga sama-sama memiliki peran dan tanggungjawab (Tugas).

  • umunnya akan tetapi bukan berarti nabi begitu saja meninggalkan syariat atau perintah Tuhan seperti shalat, puasa dan lain sebagainya. Nabi juga pada dasarnya tetap bekerja untuk memberi nafkah pada keluargaanya.
  • Dalam perjalanan kenabian guna menyampaikan risalah Tuhan serta membangun manusia agar kembali kepada fitrahnya bukan berarti tanpa sebuah perjuangan serta konflik. Nabi selalu mengahadapi hambatan, rintangan dari orang yang menentangnya.
  • Tentunya yang paling mudah untuk mengidentifikasi kenabian maka pastinya para nabi membawa risalah (syariat) Tuhan atau penyebar risalah yang sudah ada.

Tujuan Pengutusan Nabi

Utusan Tuhan (Para Nabi) hampir ada di tiap zaman akan tetapi ironisnya kehadirannya selalu dianggap sebagai orang hina dan bodoh dimata ummatnya. Mengapa demikian? Karena para nabi selalu ingin megembalikan manusia kepada fitrahnya memperingatinya agar kembali kepada kecenderungan untuk kepada kebenaran dan kebaikan guna mengajak manusia menuju kesempurnaanya.

“Manusia itu adalah ummat yang satu. (setelah timbul perselisihan). Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar dan pemberi peringatan” (QS. Al-Baqarah: 213)

Dari gambaran Surah Al-Baqarah di atas bahwa pada awalnya manusia itu bersatu namun di kemudian hari terjadi perselisihan, mengapa perselisihan itu terjadi?. Menurut Murtadha Mutahhari karena diantara manusia mulai ingin memanfaatkan kenikmatan dunia hanya untuk diri mereka sendiri. Jelas, sebagian akan menjadi kuat (serakah) dan akan memiliki kenikmatan yang banyak sedangkan sebagian yang lain adalah lemah dan berada dalam kemiskinan. Masyarakat akhirnya nampak dalam dua bentuk yakni manusia yang berada level atas dan yang berada pada level bawah atau dalam bahasa Karl Marx masyarakat borjuis dan Proletar.

Perbudakan atas manusia yang satu terhadap manusia yang lain menjadi sebuah tontonan dalam masyarakat seperti ini. Maka, konflik atau perselisihan akan muncul dalam masyarakat yang selalu terulang sepanjang sejarah. Namun pada konteks masyarakat dimana perbudakan, perampasan hak-hak atas kaum yang lemah oleh yang kuat dalam sejarah manusia merupakan penyebab perselisihan di sana selalu pula muncul manusia-manusia pilihan (nabi) yang semestinya menjadi pelajaran bagi kita semua. Muthahhari mengurai dari sudut pandang tujuan kenabian bahwa, nabi adalah dualis dengan kata lain tujuan nabi ada dua. Yang pertama menyangkut kehidupan akhirat bagaimana manusia mengalami kesuksesan di akhirat yang kedua menyangkut kesuksesan di dunia (Tauhid sosial) guna mewujudkan kesejahteraan ummat manusia di dunia ini dan ini merupakan tujuan pokok kenabian karena melalui jalan inilah manusia dapat mendekat disisi Tuhan.

Para nabi dengan aplikasi Tauhid menjadi Tauhid sosial tampil sebagai pembebas terhadap mereka yang terampas haknya. Mereka (manusia Pilihan/Para Nabi) memasukkan kebahagiaan dalam hati orang-orang yang tertindas, menghibur mereka dengan mengajak untuk berani berkata “Tidak” kepada penidasan yang mereka alami dan berupaya memberikan kesadaran kepada penindas dengan perlawanan agar sadar akan perbuatannya sebagai penindas. Jadi bentuk pembebasan para nabi tidak hanya membebaskan kaum tertindas akan tetapi juga membebaskan para penindas. Tertindas dibebaskan dari ketertindasannya sedangkan para penindas dibebaskan dari sikap penindasnya.

Kenabian Terakhir

Pada pembahasan ini saya ingin mengutip Al-Quran terkait dengan kenabian terakhir:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi-nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)

Khatamun nabiyyin atau penutup para nabi disini perlu untuk diurai. Sungguh kita akan mempertanyakan keadilan Tuhan jikalau di masa-masa sebelumnya saja ada nabi. Pada dasarnya semua manusia memiliki potensi kenabian sehingga siapaun bisa menjadi nabi. Untuk lebih memudah memahami kenabian itu terbagi menjadi dua. Yang pertama nabi sebagai utusan serta pembawa berita yakni nabi yang telah ditunjuk oleh Tuhan (Kenabian Tablig). Yang kedua adalah nabi sebagai derajat ketaqwaan, kemuliaan, kedekatan dengan Tuhan (Kedudukan Spiritual).

Nabi sebagai tablig pada dasarnya inilah kenabian yang berakhir yang dimaksud khatamun Nabiyyin (penutup para nabi dan rasul) akan tetapi kenabian sebagai kedudukan spiritual tidak akan pernah berakhir. Penyebab keberakhiran kenabian tablig salah satunya dalah karena perkembangan inteletual-rasional manusia pada zaman ini mencapai kesempurnaan disbanding pada masa sebelumnya.

Keberakhiran kenabian tablig meniscayakan keberakhiran risalah (wahyu) jadi setelah Rasulullah tidak ada lagi nabi dan rasul yang membawa syariat akan tetapi penyebar risalah kenabian tetap akan ada namun penyebar risalah kenabian ini harus memiliki derajat seperti derajat kenabian guna ajaran yang dibawa oleh nabi tidak mengalami sebuah distorsi. Mengenai hal ini selanjutnya akan dibahas dalam pembahasan kepimpinan karena ini terkait siapa sepantasnya menjadi pelanjut Rasulullah SAAW untuk memimpin ummat islam. Dan karakter apa yang mesti dimiliki sebagai kategori pelanjut Rasulullah sebagai pemimpin keagamaan (spiritual) dan pemimpin sosial.

Pemimpin (Imam) dalam Definisi

Pemimpin (Imam) berarti orang didepan, kata “Imam”(Pemimpin) dalam Al-Quran memiliki arti kesucian hidup. Imam adalah orang yang punya pengikut. Dalam pembahasan kepimimpinan atau (Imamah) terjadi pula perbedaan pendapat. Keduanya sama-sama mengakui mestinya ada pemimpin setelah sepeninggal Rasulullah SAW. Namun perbedaan keduanya terletak pada cara pandang terhadap pemimpin. Pendapat yang satu mengatakan bahwa pemimpin dalam islam di tentukan oleh ummat (musyawarah) sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa kepemimpinan dalam Islam haruslah berdasarkan titah dari Tuhan atau yang ditunjuk oleh Tuhan dan dipertegas melalui nabinya.

Argumentasi bahwa kepimpinan sepeninggal Rasulullah dipilih oleh ummat karena pada dasarnya bahwa Tuhan dan Rasulullah tidak mentitahkan atau menunjuk langsung pemimpin. Jadi yang mengambil peran penting dalam pemilihan pemimpin adalah ummat. Maka, dapat dilihat setelah Rasulullah wafat jika kita membaca sejarah maka pemilihan kepimpinan ada di tangan ummat.

Kemestian Hadirnya Pemimpin

“Kami tunjuk sebagai imam yang memberikan panduan dengan izin kami” (QS. al- Anbiya; 73)

Berakhirnya kenabian akan mempersulit manusia selanjutnya untuk menuju Tuhan. Al-Quran dan hadist serta agama dengan syariat telah turunkanya sebagai penuntun. Al-Quran dan Hadis sebagai petunjuk tentunya tidak cukup karena kita manusia biasa mengalami keterbatasan dalam memahami Al-Quran dan hadist sebagaimana Al-Quran dan hadist itu sendiri jikalau tidak memiliki pemandu untuk memahaminya. Kemestian kehadiran kepimpinan dalam hal ini pemimpin agama dan sosial adalah guna untuk menuntun manusia untuk memahami Al-Quran dan hadist serta agama yang otentik.

Ciri Pemimpin

Ciri atau karateristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin tentunya tidak jauh beda dengan karakteristik nabi hal ini tidak terlepas dari posisi pemimpin sebagai penerus kenabiaan. Pemimpin sebagai penerus kenabian yang bertugas untuk memandu manusia menuju Tuhan serta membangun masyarakat agar mampu mencapai tara hidup yang sejahterah. Sebagai pemandu keagamaan sepeninggal Rasulullah tentunya pemimpin tersebut memiliki kemampuan untuk menjelaskan Agama sebagaimana Rasulullah menjelaskan Agama. Pemimpin haruslah pula terjaga dan terbebas dari dosa dan kesalahan (Manusia Sempurna) ini tidak terlepas dari kesempurnaan agama. Bukankah agama itu sempurna? Kesempurnaan Agama memestikan pula untuk ditafsirkan oleh manusia sempurna guna menghindari dari kesalahan dalam mengajarkan Agama.

Tujuan Kepemimpinan

Pembahasan ini saya akan mengutip Hegel seorang filosof Idealis yang berasal dari Jerman. Dia berkata demikian “Sejarah menunjukkan bahwa manusia tidak pernah belajar dari sejarah” . Sejarah manusia terus berulang dari kesalahan manusia. Namun disisi lain dari sejarah yang terus berulang dengan pola-pola yang berbeda akan tetapi prosesnya tetap meenggambarkan perilaku kesalahan manusia, Tuhan selalu mengutus dari kalam manusia sendiri menjadi wakilnya untuk memberikan peringatan dari kesalahan-kesalahan itu.

Pemerasan dan penindasan masih terus berlanjut sepeninggal Rasulullah maka dalam kondisi seperti ini peran seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Membebaskan manusia dari perbudakan manusia atas manusia yang lain itulah salah satu tugas dari seorang pemimpin. Disisi lain tugas kemimpinan adalah mengangkat menuju kedekatan dengan Tuhan. Pada hakikatnya tujuan kepemimpinan adalah melanjutkan tujuan kenabiaan.

Sumber Bacaan:

Dr. Ali Shariati: Tugas Cendikawan Muslim, Rajawali; 1984

Pemimpin Mustadh’afin, Muthahhari Paperbacks; 2001

Ideologi Kaum Intelektual, Mizan; 1993

Murthada Muthahhari; Manusia dan Alam Semesta, Lentera; 2002

Falsafa Kenabian, Pustaka Hidaya; 1991

Kenabian Terakhir, Lentera; 2001

Michel chodkiewicz: Konsep Ib’nu Arabi Tentang Kenabian dan Aulia. Srigungting; 2002



Kau sudah enam tahun. Semakin banyak bertanya yang kadang sulit untuk dijawab. Kadang engkau bertanya dari hal sepele sampai yan...


Kau sudah enam tahun. Semakin banyak bertanya yang kadang sulit untuk dijawab. Kadang engkau bertanya dari hal sepele sampai yang rumit. Mulai dari kenapa orang harus tidur sampai kenapa harus ada Tuhan. Kuasakah itu tuhan? Atau bertanya perihal apa itu demokrasi? Astronot? Bisakah orang hidup di bulan? Planet apa saja yang bisa ditempati hidup? Apa itu nyata? Adakah itu setan? Kenapa bisa ada kilat, hujan dan guntur? Dan masih banyak lagi yang lain.  

Pada enam tahun ini, imajinasimu bekerja di mana kadang fisik tak bisa menampung. Sebentar-sebentar engkau sakit; demam, flu dan batuk. Yang paling mengkhawatrikan jika pheumoniamu kambuh. 

Kini di usia enam tahun, engkau semakin banyak menemukan solusi dari problem yang kau hadapi. Di saat engkau dibatasi nonton HP sebab radiasi bisa merusak, engkau mentaktisinya dengan memantulkanya dicermin. Tidak menonton langsung di HP tapi melalui cermin. Radiasi jadi tidak ada. Tapi tetap dibatasi, sebab HP bukan hanya tentang radiasi tapi konten-konten yang banyak tak cocok untuk anak-anak. 

Semakin kesini, engkau semakin menyukai dongeng. Cerita-cerita itu seperti hidup dikepalamu. Engkau bahkan sudah hapal sebagian cerita dari dongeng-dongeng itu. Selain dongeng, pantun juga menjadi kesenanang barumu.  Syukur semakin bertambah usiamu, kecintaan sama buku masih saja sama. Hampir tiap malam minta dibacakan buku. Sesekali engkau baca sendiri karena sebenarnya sudah bisa membaca. Tapi lebih banyak bosannya membaca sendiri, engkau lebih senang dibacakan.

Akhir-akhir ini pula, hidupmu makin berwarna setelah kehadiran adikmu, Ali. Engkau sangat menyanginya. Tiada jam untuk selalu menciumnya sampai-sampai Ali menangis diciumi terus-menerus. Memperlihatkan gestur tidak senang. Tapi, menurutmu itulah kasih sayang sama adikmu, Ali.

Usia enam tahun, berarti sebentar lagi engkau akan masuk sekolah dasar. Di sana ada banyak kecemasan. Cemas tidak menemukan lingkungan sehat, cemas guru-guru tidak memahamimu. Memaksamu belajar yang tidak kamu sukai. Lalu, kemudian engkau diberi streotip tertentu seperti malas dan bodoh. Tapi apa pun itu, engkau perlu mencoba kesana, ke sekolah dasar itu. Menjalaninya. Agar kamu juga bisa belajar banyak hal dari apa yang kau alami.

Menginjak enam tahun ini, doa kami dari orang tuamu masih tetap sama sejak awal engkau hadir mengisi kehidupan kami. Tetaplah tumbuh sehat dan selalu bermanfaat pada sesama. Sebab kata sang nabi, manusia yang baik yang banyak bermanfaat kepada sesamanya.

5 April 2023 selamat ulang tahun Muhammad Akkitanawa. We love you.

Nb. Muhammad sudah malas difoto. Sudah tidak sabar melahap kuenya..😁

Monday, February 27, 2023

Tahun 2014, setelah pulang kampung, saya dan istri tetap berikhtiar untuk melakukan seperti apa yang kami lakukan di Kota. Menja...



Tahun 2014, setelah pulang kampung, saya dan istri tetap berikhtiar untuk melakukan seperti apa yang kami lakukan di Kota. Menjadikan rumah sebagai tempat belajar. Rumah tidak hanya sebagai ruang privat, tapi ia harus punya fungsi-fungsi sosial. Di mana orang bisa datang berdiskusi membicarakan apa saja yang bisa mengembangkan diri dan yang terpenting anak kami punya ekosistem belajar.

Akhirnya, kami buatlah teras rumah  sebagai rumah baca. Buku-buku koleksi kami dipajang di teras itu. Tapi memajang buku saja tentu tidak bisa menarik sepenuhnya orang untuk datang membaca dan diskusi. Atas dasar itu, kami buat program yang dapat memicu semuanya.

Hal lain yang saya pikirkan yakni mustahil bisa mengeksekusi semua program jika tak punya sumber daya. Saya mulai mengajak mahasiswa kenalan saya untuk terlibat jadi relawan di rumah baca. Tugas pertama mereka, menemani anak-anak SD dan SMP yang sering datang ke rumah baca untuk belajar dan bermain. Dibuatlah jadwal tetap setiap akhir pekan. Selain itu, merkeka juga mengawal program 17an, maulid dan kajian keilmuan serta kelas menulis.

Proses itu berjalan hampir setahun. Setelah itu vakum. Banyak hal menjadi alasannya. Relawan punya kesibukan lain. Urus kuliah, jadi sarjana, cari kerja jadi alasan utama dan mungkin juga jarak yang jauh dari Kota Palopo ke Luwu tempat rumah baca. Dan saya tidak bisa memaksakan mereka untuk jadi relawan secara terus menerus. Rumah baca tidak bisa memberikan apa-apa untuk masa depan mereka. Hidup ada batas di mana mereka tetap harus realistis. Saya maklum.

Bagaimanapun, saya tetap berterima kasih sebesar-sebesarnya kepada relawan angkatan pertama Rumah Baca Akkitanawa. Ada Al, Didin, Anggi, Aldo, Alam, Kuje, Dilla, Andri dan Wiwin. Nama-nama inilah yang menemani kami awal-awal rumah baca. Kini mereka sudah berpencar. Mencari nasibnya masing-masing.

***

Sejak "ditinggal" oleh relawan, saya dan istri tetap pada posisi awal. Tak bergeser sedikit pun. Apa pun itu rumah baca harus tetap jalan. Istri saya mengambil alih mengajar anak SD dan SMP dan juga sesekali SMA yang datang privat untuk menyelesaikan tugas dari sekolah. Jadilah rumah baca ramai kembali. Hidup seperti apa yang kami cita-citakan. Ditambah anak-anak semakin bersemangat karena akhir pekan kami buat Kemah Literasi. Semua anak-anak berkemah di rumah baca--lebih tepatnya menginap di rumah baca. Yang datang kemah biasanya sampai 30 anak. Rumah jadi padat nan ramai. Rumah baca jadi seru.

Tapi, keseruan itu seketika lenyap, rumah baca mulai hening, ketika pandemi datang. 2019 akhir, Covid-19 menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia. Menyebar ke seluluh pelosok negeri. Semua jadi panik. Walau rumah baca letaknya di dusun, kami tetap takut pada pandemi ini. Selain menjaga keluarga kami, anak-anak lain pun perlu dijaga. Rumah baca kami tutup dari segala aktivitas. Dan itu cukup berlangsung lama. Hampir dua tahun.

***

Waktu Covid-19 masih menyebar, kami pikir, jika pandemi ini berakhir, sangat sulit lagi untuk memulai. Secara anak-anak sudah mulai punya dunia "lain". Sangat sulit menkosolidasikan ulang. Mengajak mereka lagi ke rumah baca. Menyasar mahasiswa untuk jadi relawan juga agak mustahil. Soalnya sudah lama mahasiswa tidak masuk kampus. Tentu sangat sulit mengajak mereka.


Ketika pandemi mulai landai, grafiknya mulai turun, dan pemerintah sudah membolehkan berkegiatan walau tetap jumlah terbatas. Saat itu, di 2021 menjelang ramadan, saya dan istri bersepakat membuat program madrasah ramadan. Program yang menyasar mahasiswa sebagai pesertanya. Konten dari acara ini seputar filsafat, agama dan sains. Program ini sebenarnya kami coba-coba saja. Ini semacam upaya untuk memulai setelah vakum lama. Kalau ada yang minat syukur, jika tidak ada juga tidak apa-apa.

Kami bukalah pendaftaran dengan kuota terbatas hanya 20 orang saja. Kemudian flayer kami sebar di media sosial. Dan tak kami sangka, peserta yang mendaftar sangat banyak. Walaupun kemudian 17 orang final ikut kegiatan (Andi, Pajrul, Yusri, Fatur, Cida, Fendi, Mono, Faisal, Ishak, Sajdah Fatur, Haris, Ody, Amri, Olgar, Rajab, Hikmawan, Ilyas) Tapi dari 17 mahasiswa ini. Dan kemudian berkerucut pada 4 orang saja yang aktif hingga sekarang. Yang lain memiliki kesibukan masing-masing.

Pada 4 orang inilah sungguh kami ingin berterima kasih tanpa menafikan yang tak lagi aktif. Dari mereka rumah baca pada akhirnya menemukan relawan baru. Mereka ini yang kemudian merangcang kegiatan baru rumah baca seperti Youth Camp Literasi, Open Recruitmen Relawan Literasi, Kemah Literasi, hingga terbaru pendampingan literasi desa.

Sungguh kami tidak tahu seperti apa membalas kebaikan mereka. Mereka benar-benar relawan. Bayangkan saja Kakak Pajrul dan Kakak Yusril yang sering menempu 2 jam lebih perjalanan dari Malangke---Luwu utara ke rumah baca--Luwu. Apalagi sekarang ini, dengan program baru rumah baca pendampingan literasi desa, setiap pekannya mereka harus mengunjungi desa yang jaraknya lebih jauh lagi dari rumah baca. Di perjalanan, mereka kadang menghadapi situasi sulit. Motor yang mereka pakai rusak seperti bannya bocor berkali-kali. Itu akibat melewati jalan bebatuan yang tajam-tajam.

Jika Anda sekarang sering menonton RBA Official, chanel Youtube rumah baca dengan program ORASI (obrolan seputar literasi) maka itu dihandel oleh Kakak Ody salah satu relawan rumah baca yang tersisa dari kegiatan madrasah ramadan. Ia sempat menjadi kepala suku rumah baca. Selain Kakak Ody, ada Kakak Haris bertugas sebagai desain grafis rumah baca. Jika Anda sering melihat publikasi bentuk flayer dan vidio rumah baca, itu buah dari tangannya. Ia benar-benar sangat membantu rumah baca dalam hal kampanye literasi.

Berkat mereka ini, akhirnya rumah baca menemukan relawan baru melalui program Sekolah Relasi (Relawan Literasi). Di angkatan pertama dan aktif hingga sekarang ada Kakak Hasrul, (sekarang kepala suku rumah baca), Kakak Shaim, Kakak Afni, dan Kakak Andri. Sedang angkatan kedua tersisa Kakak Dhea dan Kakak Enjel. Yang terbaru angkatan ketiga ada Kakak Thalib, Wansa, Agung dan Kakak Ara.

Selain mereka yang bergabung di rumah baca melaui proses pendidikan, ada juga karena kedekatan dengan saya dan istri dan juga sangat senang dengan literasi, hingga mereka sering datang bantu-bantu di rumah baca. Di posisi ini, ada Kakak Niar, Lia, Mitha, dan Kakak Momo.

Ada perasaan getir jika melihat teman-teman relawan dengan segala yang mereka punya berkorban untuk rumah baca. Padahal mereka juga secara ekonomi tak baik-baik. Di sini, kadang timbul pertanyaan kenapa bukan mereka yang mapan secara ekonomi mengambil jalan ini. Jadi relawan? Untuk satu ini, mungkin memang hanya mereka yang merasakan derita bisa mengerti dan bertindak walaupun itu kecil untuk sesamanya.

Saya tidak tahu, seperti apa saya harus berterima kasih kepada mereka. Secara materi, minimal menutupi transpor mereka pun tak pernah saya beri. Karena jika saya punya duit itu hanya cukup untuk menjalangkan program. Itu pun jika tak cukup, dengan berat hati, dengan menahan rasa malu, saya biasa menghubungi kawan-kawan untuk membantu. Cukup banyak yang merespon. Tapi, tak sedikit pula yang cuek saja.

Seharusnya memang rumah baca sudah wajib punya usaha yang bisa menopang setiap program dan relawannya. Agar rumah baca tak lagi mengandalkan bantuan. Gerakan, idealnya wajib mandiri secara ekonomi. Ide ini sebenarnya telah saya dan istri eksekusi. Kami telah membuka usaha untuk rumah baca. Dan kami sudah mencobanya tiga kali.

Pertama, kami pernah usaha, bisnis online dengan kerjasama dengan teman berujung gagal. Kedua, pernah juga mendirikan PT yang bergerak di media. Tapi tak berjalan mulus sebab adanya perbedaan pandangan. Saya memilih mundur dari perusahan tersebut. Ketiga, usaha ternak jual beli sapi, hal serupa terjadi seperti bisnis sebelumnya. Gagal. Sekarang modal pun belum kembali.

Walau usaha selalu tak berjalan mulus. Ide ini masih tersimpan di kepala. Suatu saat, mungkin kami akan menemukan usaha yang bisa menopang relawan dan program rumah baca. Amin.




















Wednesday, February 8, 2023

Saya mengalami hampir tiap hari. Sepulang dari tempat kerja di sore hari tentu melelahkan. Malam idealnya untuk istirahat. Tapi,...

Saya mengalami hampir tiap hari. Sepulang dari tempat kerja di sore hari tentu melelahkan. Malam idealnya untuk istirahat. Tapi, jika malam tiba, saya harus menunda untuk tidur. Satu lagi aktivitas yang tidak boleh saya lewatkan adalah menemani Muhammad baca buku. Inilah momen terumit bagi saya. Lelah dan ngantuk sudah menyerang, tapi tidak mau juga melewatkan menemaninya membaca. 

Biasanya, setiap malam ia sudah mengumpulkan beberapa buku cerita favoritnya. Lima sampai sepuluh buku telah dikumpul. Dan celakanya dalam kondisi lelah dan ngantuk, buku itu minta untuk dibacakan semuanya. Namun, kadang kala ia juga biasa mengalah. Setelah melalui proses negosiasi yang panjang cukup dua atau tiga buku saja dibacakannya. 

Muhammad sangat senang dibacakan buku cerita.  Saya lupa persis awalnya ia menyukai buku cerita. Tapi sepertinya karena tersedianya buku-buku cerita di perpustakaan pribadi kami--di Rumah Baca Akkitanawa (RBA). Kami memang sengaja membeli banyak buku cerita, selain untuk anak-anak yang di sekitar yang sering datang di RBA membaca yang utama tentu untuk Muhammad. 

Konon untuk mengaktifkan imajinasi anak, ia perlu banyak mendengarkan cerita. Tumbuh kembangnya imanjinasi kelak dapat membantunya ketika dewasa. Mengasah daya imajinasi anak akan memberikannya kemampuan untuk memecahkan masalah ketika dewasa.

Tak hanya memecahkan masalah, imajinasi yang tumbuh, dapat membantunya menciptakan ide baru, sudut pandang baru, dan berpikir kritis terhadap berbagai hal yang ada dalam hidupnya.

Jika imajinasi terus berkembang, hal positif lain yang miliki oleh anak adalah simpati dan empati. Ia mudah membangun perasaaan emosional dengan orang lain. 

Imajinasi bisa memberikan kesenangan untuk seseorang. Dengan mengingat masa lalu yang menyenangkan kemudian membayangkan dirinya menikmati imajinasi tersebut.

Selalu ada harapan, cerita-cerita yang Muhammad dengar mampu mengkatifkan daya imanjinasinya. Semoga saja.