Wednesday, April 21, 2021

Malam selepas tarwih, di beranda Rumah Baca Akkitanawa, saya dengan ponakan sedang berbincang. Abang begitulah di kalangan kelua...

Keanehan Aktivis Organisasi Mahasiswa

No comments:
 


Malam selepas tarwih, di beranda Rumah Baca Akkitanawa, saya dengan ponakan sedang berbincang. Abang begitulah di kalangan keluarga sering memanggilnya. Walaupun nama lengkapnya jauh berbeda dengan nama Abang itu. Sajadah Fatur Rahman nama yang tertera di akta kelahirannya.

Abang, kini sudah semester 6 di salah satu kampus swasta di Palopo. Dan sedang giat-giatnya berorganisasi. Dulu awal-awal ingin berorganisasi, sempat meminta pendapat perihal organisasi yang baik untuk dirinya.  Saya menyarankan untuk memilih antara IMM atau PMII. Kenapa saya tidak menyebut HMI sebagai salah satu pilihan? Padahal saya dari organisasi HMI? Na ini saya punya alasan sendiri yang tidak mungkin saya jelaskan dalam tulisan ini.

***

Isi perbincangan saya dengan Abang, sangat beragam. Tapi yang paling banyak mengenai fenomena mahasiswa khususnya di Palopo. Abang mulai banyak bercerita mengenai kegiatan-kegiatannya. Kerja-kerja di organisasinya. Tapi sisi lain, ia juga menyimpan resah. Resah pada situasi organisasi yang pada akhirnya membatasi. Membatasi menjelajahi ilmu di luar organisasinya.

Sebenarnya apa yang diresahkan oleh Abang, bukan fenomena baru untuk mahasiswa Palopo. Semenjak 2014 saya mulai berinteraksi dengan mahasiswa Palopo, dan baru sekitar satu tahun terakhir tidak lagi intens.

Sejauh pengalaman saya (ini bisa benar bisa salah), di kalangan mahasiswa memang terdapat keanehan. Pada akhirnya organisasi menjadi batas. Menjadi tembok yang tinggi untuk bergaul di luar dari organisasinya. Habitusnya hanya di dalam organisasinya. Ilmu yang dipelajarinya hanya sebatas yang diajarkan dalam organisasinya. Akibatnya, ia menjadi miskin khasanah. Wawasan menjadi dangkal. Tak mengetahui khasanah orang lain--organisasi lain.

Anak IMM hanya mempelajari Islam Berkemajuan dan tak mencoba menyelami akar Islam Nusantara (PMII). Begitupun sebaliknya. Anak HMI hanya konsen di pemikiran Nurcholish Madjid, enggan menyalami gagasan yang ada di PMII atau IMM.

Gagasan Ahmad Dahlan tidak begitu akrab di kalangan kader HMI dan PMII. Ide-ide Hasyim Asy'ari tidak populis di kalangan kader IMM dan HMI. Pikiran Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan Nurcholis Madjid tak dikenal di anak PMII dan IMM.

IMM, PMI dan HMI tidak terjadi apa yang disebut dengan silang pengetahuan. Fenomena seperti ini sejauh yang saya amati pada akhirnya melahirkan eksklusif wacana. Terjadi kapling diskursus. Organisasi yang selalu membincangkan pluralisme namun gagal dalam praktik. Mereka tak bisa keluar menjadi inklusif dalam pemikiran apalagi dalam praktik.

Efek yang lain yang terjadi dari tak adanya silang gagasan, di antara mereka tak pernah utuh dalam saling memahami.  Mereka hanya berdiri pada sikap koeksistensi (sebatas pengakuan bahwa organisasi yang lain ada) namun tidak melangkah lebih menjadi proeksistensi (tidak hanya mengakui adanya namun juga memahami dan mengakui kebenaran di organisasi lain lalu mendorong kebenaran itu untuk diperjuangkan bersama-sama)

***

Demikian. Ini hanya analisis abal-abal saya. Mungkin ada benarnya. Tapi juga punya ruang untuk salah.

No comments:

Post a Comment