Monday, February 27, 2023

Tahun 2014, setelah pulang kampung, saya dan istri tetap berikhtiar untuk melakukan seperti apa yang kami lakukan di Kota. Menja...

Tak Sekadar Rumah dan Mereka Benar-benar Relawan

No comments:
 


Tahun 2014, setelah pulang kampung, saya dan istri tetap berikhtiar untuk melakukan seperti apa yang kami lakukan di Kota. Menjadikan rumah sebagai tempat belajar. Rumah tidak hanya sebagai ruang privat, tapi ia harus punya fungsi-fungsi sosial. Di mana orang bisa datang berdiskusi membicarakan apa saja yang bisa mengembangkan diri dan yang terpenting anak kami punya ekosistem belajar.

Akhirnya, kami buatlah teras rumah  sebagai rumah baca. Buku-buku koleksi kami dipajang di teras itu. Tapi memajang buku saja tentu tidak bisa menarik sepenuhnya orang untuk datang membaca dan diskusi. Atas dasar itu, kami buat program yang dapat memicu semuanya.

Hal lain yang saya pikirkan yakni mustahil bisa mengeksekusi semua program jika tak punya sumber daya. Saya mulai mengajak mahasiswa kenalan saya untuk terlibat jadi relawan di rumah baca. Tugas pertama mereka, menemani anak-anak SD dan SMP yang sering datang ke rumah baca untuk belajar dan bermain. Dibuatlah jadwal tetap setiap akhir pekan. Selain itu, merkeka juga mengawal program 17an, maulid dan kajian keilmuan serta kelas menulis.

Proses itu berjalan hampir setahun. Setelah itu vakum. Banyak hal menjadi alasannya. Relawan punya kesibukan lain. Urus kuliah, jadi sarjana, cari kerja jadi alasan utama dan mungkin juga jarak yang jauh dari Kota Palopo ke Luwu tempat rumah baca. Dan saya tidak bisa memaksakan mereka untuk jadi relawan secara terus menerus. Rumah baca tidak bisa memberikan apa-apa untuk masa depan mereka. Hidup ada batas di mana mereka tetap harus realistis. Saya maklum.

Bagaimanapun, saya tetap berterima kasih sebesar-sebesarnya kepada relawan angkatan pertama Rumah Baca Akkitanawa. Ada Al, Didin, Anggi, Aldo, Alam, Kuje, Dilla, Andri dan Wiwin. Nama-nama inilah yang menemani kami awal-awal rumah baca. Kini mereka sudah berpencar. Mencari nasibnya masing-masing.

***

Sejak "ditinggal" oleh relawan, saya dan istri tetap pada posisi awal. Tak bergeser sedikit pun. Apa pun itu rumah baca harus tetap jalan. Istri saya mengambil alih mengajar anak SD dan SMP dan juga sesekali SMA yang datang privat untuk menyelesaikan tugas dari sekolah. Jadilah rumah baca ramai kembali. Hidup seperti apa yang kami cita-citakan. Ditambah anak-anak semakin bersemangat karena akhir pekan kami buat Kemah Literasi. Semua anak-anak berkemah di rumah baca--lebih tepatnya menginap di rumah baca. Yang datang kemah biasanya sampai 30 anak. Rumah jadi padat nan ramai. Rumah baca jadi seru.

Tapi, keseruan itu seketika lenyap, rumah baca mulai hening, ketika pandemi datang. 2019 akhir, Covid-19 menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia. Menyebar ke seluluh pelosok negeri. Semua jadi panik. Walau rumah baca letaknya di dusun, kami tetap takut pada pandemi ini. Selain menjaga keluarga kami, anak-anak lain pun perlu dijaga. Rumah baca kami tutup dari segala aktivitas. Dan itu cukup berlangsung lama. Hampir dua tahun.

***

Waktu Covid-19 masih menyebar, kami pikir, jika pandemi ini berakhir, sangat sulit lagi untuk memulai. Secara anak-anak sudah mulai punya dunia "lain". Sangat sulit menkosolidasikan ulang. Mengajak mereka lagi ke rumah baca. Menyasar mahasiswa untuk jadi relawan juga agak mustahil. Soalnya sudah lama mahasiswa tidak masuk kampus. Tentu sangat sulit mengajak mereka.


Ketika pandemi mulai landai, grafiknya mulai turun, dan pemerintah sudah membolehkan berkegiatan walau tetap jumlah terbatas. Saat itu, di 2021 menjelang ramadan, saya dan istri bersepakat membuat program madrasah ramadan. Program yang menyasar mahasiswa sebagai pesertanya. Konten dari acara ini seputar filsafat, agama dan sains. Program ini sebenarnya kami coba-coba saja. Ini semacam upaya untuk memulai setelah vakum lama. Kalau ada yang minat syukur, jika tidak ada juga tidak apa-apa.

Kami bukalah pendaftaran dengan kuota terbatas hanya 20 orang saja. Kemudian flayer kami sebar di media sosial. Dan tak kami sangka, peserta yang mendaftar sangat banyak. Walaupun kemudian 17 orang final ikut kegiatan (Andi, Pajrul, Yusri, Fatur, Cida, Fendi, Mono, Faisal, Ishak, Sajdah Fatur, Haris, Ody, Amri, Olgar, Rajab, Hikmawan, Ilyas) Tapi dari 17 mahasiswa ini. Dan kemudian berkerucut pada 4 orang saja yang aktif hingga sekarang. Yang lain memiliki kesibukan masing-masing.

Pada 4 orang inilah sungguh kami ingin berterima kasih tanpa menafikan yang tak lagi aktif. Dari mereka rumah baca pada akhirnya menemukan relawan baru. Mereka ini yang kemudian merangcang kegiatan baru rumah baca seperti Youth Camp Literasi, Open Recruitmen Relawan Literasi, Kemah Literasi, hingga terbaru pendampingan literasi desa.

Sungguh kami tidak tahu seperti apa membalas kebaikan mereka. Mereka benar-benar relawan. Bayangkan saja Kakak Pajrul dan Kakak Yusril yang sering menempu 2 jam lebih perjalanan dari Malangke---Luwu utara ke rumah baca--Luwu. Apalagi sekarang ini, dengan program baru rumah baca pendampingan literasi desa, setiap pekannya mereka harus mengunjungi desa yang jaraknya lebih jauh lagi dari rumah baca. Di perjalanan, mereka kadang menghadapi situasi sulit. Motor yang mereka pakai rusak seperti bannya bocor berkali-kali. Itu akibat melewati jalan bebatuan yang tajam-tajam.

Jika Anda sekarang sering menonton RBA Official, chanel Youtube rumah baca dengan program ORASI (obrolan seputar literasi) maka itu dihandel oleh Kakak Ody salah satu relawan rumah baca yang tersisa dari kegiatan madrasah ramadan. Ia sempat menjadi kepala suku rumah baca. Selain Kakak Ody, ada Kakak Haris bertugas sebagai desain grafis rumah baca. Jika Anda sering melihat publikasi bentuk flayer dan vidio rumah baca, itu buah dari tangannya. Ia benar-benar sangat membantu rumah baca dalam hal kampanye literasi.

Berkat mereka ini, akhirnya rumah baca menemukan relawan baru melalui program Sekolah Relasi (Relawan Literasi). Di angkatan pertama dan aktif hingga sekarang ada Kakak Hasrul, (sekarang kepala suku rumah baca), Kakak Shaim, Kakak Afni, dan Kakak Andri. Sedang angkatan kedua tersisa Kakak Dhea dan Kakak Enjel. Yang terbaru angkatan ketiga ada Kakak Thalib, Wansa, Agung dan Kakak Ara.

Selain mereka yang bergabung di rumah baca melaui proses pendidikan, ada juga karena kedekatan dengan saya dan istri dan juga sangat senang dengan literasi, hingga mereka sering datang bantu-bantu di rumah baca. Di posisi ini, ada Kakak Niar, Lia, Mitha, dan Kakak Momo.

Ada perasaan getir jika melihat teman-teman relawan dengan segala yang mereka punya berkorban untuk rumah baca. Padahal mereka juga secara ekonomi tak baik-baik. Di sini, kadang timbul pertanyaan kenapa bukan mereka yang mapan secara ekonomi mengambil jalan ini. Jadi relawan? Untuk satu ini, mungkin memang hanya mereka yang merasakan derita bisa mengerti dan bertindak walaupun itu kecil untuk sesamanya.

Saya tidak tahu, seperti apa saya harus berterima kasih kepada mereka. Secara materi, minimal menutupi transpor mereka pun tak pernah saya beri. Karena jika saya punya duit itu hanya cukup untuk menjalangkan program. Itu pun jika tak cukup, dengan berat hati, dengan menahan rasa malu, saya biasa menghubungi kawan-kawan untuk membantu. Cukup banyak yang merespon. Tapi, tak sedikit pula yang cuek saja.

Seharusnya memang rumah baca sudah wajib punya usaha yang bisa menopang setiap program dan relawannya. Agar rumah baca tak lagi mengandalkan bantuan. Gerakan, idealnya wajib mandiri secara ekonomi. Ide ini sebenarnya telah saya dan istri eksekusi. Kami telah membuka usaha untuk rumah baca. Dan kami sudah mencobanya tiga kali.

Pertama, kami pernah usaha, bisnis online dengan kerjasama dengan teman berujung gagal. Kedua, pernah juga mendirikan PT yang bergerak di media. Tapi tak berjalan mulus sebab adanya perbedaan pandangan. Saya memilih mundur dari perusahan tersebut. Ketiga, usaha ternak jual beli sapi, hal serupa terjadi seperti bisnis sebelumnya. Gagal. Sekarang modal pun belum kembali.

Walau usaha selalu tak berjalan mulus. Ide ini masih tersimpan di kepala. Suatu saat, mungkin kami akan menemukan usaha yang bisa menopang relawan dan program rumah baca. Amin.




















No comments:

Post a Comment