Tuesday, August 2, 2022

Baru beberapa hari yang lalu, saya menyelesaikan salah satu karya Albert Camus: The Outsider. Sebuah cerita yang datar. Dengan kehidupan tok...

Kejujuran Meursault

No comments:
 




Baru beberapa hari yang lalu, saya menyelesaikan salah satu karya Albert Camus: The Outsider. Sebuah cerita yang datar. Dengan kehidupan tokohnya yang juga datar namun tindakannya melahirkan amarah banyak orang. Terutama pengadilan. 


Jika tak sabar, mungkin saja saya sudah tidak melanjutkan membacanya. Tapi, sejak awal saya selalu tertarik dengan Albert Camus. Mungkin itu yang membuat saya sabar membacanya. 


The Outsider, bagi saya tak hanya sekadar cerita. Ia menyimpan ledakan pikiran akan seperti apa kita di hadapan kehidupan. Camus, mengurainya dengan menampilkan tokoh Meursault yang "polos". Tokoh yang apa adanya terhadap kehidupan yang dijalaninya.


Meursault seorang pemuda yang sejak kecil ditinggal oleh ayahnya. Ia tumbuh bersama ibunya. Namun di usia senja ibunya, ia menitipkannya di panti jompo. Meursault tak bisa menemani ibunya. Di panti jompo, ibunya bisa punya banyak teman. Punya lawan bicara di mana dirinya tak bisa lakukan pada ibunya. Begitu harapannya ketika ia menitipkan ibunya.


Tapi siapa yang menyangka, berawal dari  semua itu, ketika di suatu hari telegram datang  dari Panti Wreda. Sebuah kabar duka: Ibunya meninggal. Dan akan dimakamkan besok. Di pemakaman ibunya, ia menolak melihat mayatnya. Dan Meursault tak meneteskan air mata setetes pun.


Karena sikapnya itu, ternyata menjadi masalah besar buatnya. Menjadi bagian dari penilaian hakim padanya. Dinilai pembunuhan yang dilakukan Meursault beberapa hari setelah pemakaman ibunya punya hubungan. 


Meursault menembaki orang Arab di sebuah pantai. Kejadian itu bermula dari perkelahian di antara mereka. Orang Arab itu sebenarnya tidak punya masalah dengan Meursault. Tapi, Raymondlah yang berurusan dengannya. Raymond ini adalah sahabat Meursault. Karena perkawanan itu, Meursault terbawa ke lingkaran masalah itu. Ia membunuh musuh sahabatnya.


Di pengadilan, segala tanya datang padanya. Mengapa ia tidak menangis di kala ibunya meninggal? Kenapa ia tidak mau melihat mayat ibunya? Mengapa masih dalam keadaan berduka melakukan hubungan badan dengan kekasihnya: Marie? Mengapa setelah melepaskan tembakan satu kali, sempat berhenti, lalu berikutnya memberondong empat kali tembakan ke tubuh orang Arab itu? 


Semua tanya itu, dijawab oleh Meursault dengan apa adanya. Dengan apa ia rasakan. Tak juga ia berusaha membela diri. Datar saja. Intinya jawaban yang ia berikan betul-betul dari dalam dirinya. Ia tak bisa menangis melihat ibunya meninggal. Buat apa lagi melihat mayat ibunya. Ia alamia saja melakukan hubungan badan dengan kekasihnya. Insting saja untuk melakukan tembakan lima kali karena ia memang merasa marah. 


Tapi semua jawaban apa adanya yang , ia berikan, tak bisa menyelamatkan dirinya dari hukuman mati. Tapi bagi Meursault, di dalam kurungan penjara menanti fajar, ia berkata, mati hari ini akan sama saja dengan mati dua puluh tahun kedepan. 


Di dalam tahanan, pendeta datang untuk memintanya bertobat sebelum kematiannya. Namun, Meursault menolak. Ia tak mempercayai Tuhan. Justru kehadiran pendeta itu menjengkelkannya. Pendeta, juga pengadilan sebelumnya meminta Meursault menyesali kejahatannya. Meursault menolak. Ia menerima semua konsekuensi perbuatannya. Tak harus menyesal.


Menurut Albert Camus, ada yang salah paham terhadap tokoh Meursault yang dibuatnya. Ia mengira tokoh Meursault orang terbuang sebab ia tidak mengikuti semua anjuran. Padahal bagi Camus, Meursault orang yang menolak berdusta. Ia jujur mengatakan yang dirasakan dalam hati manusia. Tak mencoba mengkhianati apa yang ada dalam hati. Semuanya apa adanya. 


Camus melihat Meursault, tokoh yang dibuatnya sebagai orang yang malang dan apa adanya. Orang yang mencintai matahari yang tak meninggalkan bayangan. Jauh dari kekurangan semua sensibilitas. Meski dianggap negatif, tapi ia benar dalam memperjuangkan perasaan dirinya. Ia wujud kemenangan atas diri sendiri. Tentu Camus menawarkan semangat eksistensialis. Merdeka atas diri sendiri. Menanggung secara mandiri segala konsekuensi dari pilihan. Selebihnya tak ada lagi.

No comments:

Post a Comment