Thursday, January 30, 2020

Oleh: Asran Salam Baru-baru ini, di Kota Palopo, sebuah kritik atas kekuasaan (DPRD) dilakukan secara unik. Media protesnya sesu...

Lagi Tragedi Kritik

No comments:
 
Oleh: Asran Salam

Baru-baru ini, di Kota Palopo, sebuah kritik atas kekuasaan (DPRD) dilakukan secara unik. Media protesnya sesuai keluh masyarakat atas beredarnya kotoran sapi di kompleknya. Tak banyak yang ingin melakukan seperti apa yang dilakukan Isnul. Seorang warga biasa yang protes ke perwakilan rakyat. Ia melakukannya sendiri.

Apa yang dilakukannya, menuai respon. Tak sedikit yang memujinya sebagai pemberani. Juga tak kurang yang menganggap tidak beretika. 

Tapi bisakah kita melihat protes Isnul itu, dengan tidak melibatkan embel pemberani, tidak beretika dll. Tapi coba kita lihat pada subtansi kritiknya. Mengapa ini tak dijadikan refleksi oleh parlemen bahwa ia memang lemah dalam mengawal realisasi regulasi? Bahwa ini adalah bentuk karut marutnya parlemen kita. 

Bisa jadi kotoran sapi yang dipaketkan Isnul adalah metafora. Tak hanya menunjuk tentang pengawasan perda peternakan dan penertibannya yang lemah. Tapi ia bisa lampaui dari itu. Bisa diberi pemaknaan bahwa di parlemen ada aroma "busuk" yang tak sehormat dengan gelarnya: Anggota dewan yang terhormat.

Parlemen tak semuanya bersih. Tak semuanya harum. Ada noda di balik gedung itu. Ada tumpukan kongkolikong. Ada permainan yang penuh intrik. Ada rapat komisi yang kadang kala berujung bagi-bagi komisi. Semua bisa kita lihat dalam sejarah parlemen secara umum di Indonesia. Catatan korupsi terbesar salah satunya lahir dari parlemen. Banyak data menunjukkan ini. Lalu mengapa harus risau kritik dengan metode apa pun? 

"Kak, anggota dewan mulai marah. Mereka mulai menekan. Saya akan dibawa ke proses hukum" Ujar Isnul kepada saya via WA. 

Biasanya memang demikian jika kekuasaan (atau merasa berkuasa) terusik oleh kritik, maka kekuasaan akan mengeluarkan segala kekuatannya untuk menekan. Mengintimidasi sang pengkritik dengan berbagai cara. Yang paling prosuderal adalah membawa sang pengkritik ke meja hukum. Kejadian seperti ini, terjadi sepanjang sejarah kritik atas kekuasaan. 

Intinya kekuasaan di mana pun itu, biasanya memang rentan dengan kritik. Sebab kritik atau protes selalu dimaknai sebagai menggangu stabilitas. Protes selalu dihubungkan dengan kebencian. Padahal kritik secara muasal kata bermakna membedakan. Membetulkan yang rusak. Membedakan mana yang seharusnya dengan tidak seharusnya. Kritik adalah mengungkap apa yang seharusnya terjadi namun pada kenyataanya tidak terjadi.

No comments:

Post a Comment