Wednesday, May 23, 2012

Oleh: Khaerun Nis’a Lantunan nyanyian menembus dadaku, rasa begitu khitmad melantunkan nyanyian ini. jiwaku bersatu dengan kehadiran...

Tuhan.. Kami sama

No comments:
 

Oleh: Khaerun Nis’a

Lantunan nyanyian menembus dadaku, rasa begitu khitmad melantunkan nyanyian ini. jiwaku bersatu dengan kehadiran Yesus kami. ku kalungkan di dadaku ku pegang erat sebagai wujud anugerah iman penerimaan Yesus sebagai Tuhan dan Kristus yaitu Juruselamat. Hari ini hari Pentakosta di geraja Santa Paulus. Aku mendapat giliran sebagai Penyanyi soloist. Deretan-deretan kursi para jemaat hampir penuh. Mungkin karena hari ini adalah hari libur, khusus memperingati hari gereja sekaligus hari kelahiran Yesus kami. Iringan dari dentingan piano merek terkenal itu menyempurnakan nada-nadaku yang kumuntahkan. Tinggal satu bait lagi, tugasku selesai. Perih rasanya memegang lilin kecil ini yang apinya mulai merindukan tanganku. Aku baru sadar aku telah lama berdiri dengan pekikan suaraku. Namun aku tahu ini bukan sesuatu yang sia-sia.
Tepatnya hari ini adalah hari dimana aku mulai menempati rumah baruku, bukan, tapi hari ini aku pindah ke rumah kakekku di Makassar. Lingkungannya nyaman bahkan sangat nyaman untukku yang hanya butuh sebuah tempat istirahat. Waktu sudah menunjukkan petang aku bisa memperkirakan hal itu meski hujan. Lantunan merdu dari balik bangun itu sudah menjadi satu isyarat bahwa waktu telah mendekati malam. Inilah yang kusuka dari agama itu selalu mengingatkan tentang betapa berharganya waktu.. Aku selalu menikmati suara-suara panggilan itu, namun tidak mengerti apa maksudnya. Meski ku tahu ada kewajiban-kewajiban yang mesti di emban disetiap Panggilan itu. Anggap saja itu suatu referensi vocal yang baik untukku si penyanyi gereja.
******
Rasa penat merajaiku dalam ruang kuliahku, tak ada yang menarik dari ulasan dosen sejarahku itu, ia selalu melebih-lebihkan agamanya daripada agamaku. Dia beragama islam yang sangat fanatic. Kekacauanku menghalangi semua materi yang dia bawakan masuk ke otakku. Rasa kantukku mulai menjarah mataku hingga ke neoron otakku.
Mas,, kelasnya udah bubar…” suara itu menggantungkan antara hiperealitasku. Entah bidadari dari kerajaan surga mana ataukan ia memang ada dan nyata yang telah membangunkanku saat terindah pelepasan rohku untuk sementara. Aku tertidur di deretan lantunan ayat mata kuliahku hari itu.
Setelah beberapa lama mengejar dan mencari identitasnya aku menemukannya. Imah, itu sebutan baginya, dari teman-temannya. Dia seorang feminis yang hebat dengan antek-antek beberapa kawan lamaku aku berhasil mendekatinya. Dan tentu saja informasi tentangnya. Ternyata ia seorang feminis yang sangat fanatik. Paham akan feminisme sangatlah kuat. Banyaknya pandangan bahwa hanya kegiatan dan keyakinan laki-lakilah yang menciptakan struktur sosial. Kosekuensi logis dari pandangan pertama di atas tentu saja sangat jelas bagi perempuan, hal itu sangat merugikan dan masih banyak lagi anggapan stereotip lainnya yang mendiskriminasikan perempuan di wilayah domestiknya saja. Itulah yang diperjuangkan seorang Imahku, tidak ada pengskreditan atas jenis kelamin. Aku tahu akan paham semacam ini tapi belum tentu mengerti sepenuhnya. Namun tekadku kuat untuk lebih jauh mengenalnya.

Singkat cerita, aku mulai dekat dengannya dengan alih-alih aku sebagai teman ceritanya dengan segala idealitasnya sebagi feminis, semua itu semakin membuatku kagum terhadapnya, aku mengerti bahwa ia tipe perempuan yang bebas, bahkan tidak mau terikat dengan sesuatu apapun. Termasuk posisiku yang mendambakan menjadi pacarnya. Aku mulai mempertanyakan keberadaan tuhannya. Yah, maksudku agamanya.. setelah semakin lama aku mengenalnya aku berharap dia juga dapat mengenalku. Aku mulai menceritakan kegiatanku mulai masalahku dengan keluargaku, kuliah, pekerjaan, dan juga agamaku tentunya. Dia muslim. Dan aku kristen. Aku terkejut setelah aku mengetahuinya, bukan karena apa, ini bukan masalah perbedaan antara agama kami yang saling bersebrangan, tapi dia sama sekali tak mengetahui tentang apapun masalah agamanya, padahal setahuku seorang feminis tahu posisi dan kedudukannya dimana dan ia bisa menempatkannya dengan baik. Namun sialnya, dia tak begeming sedikitpun ketika ia mengetahui kalau aku kristianist. Bahkan responnya sangat tenang. Akhirnya aku mengetahuinya, dia seorang lalai terhadap agamanya sendiri. Aku kecewa. 
*****
Jamur telah menggrogoti makananku di meja tepatnya 1 meter dari tempat pembaringanku, itu sarapanku 2 hari yang lalu yang begitu enggan aku sentuh. Sudah 2 hari aku tidur tanpa terbangun sedikitpun. Memang mustahil dapat tidur selama itu, aku bukan koma. Aku bisa melakukannya dengan sedikit obat tidur. aku telah melewatkan 1 sembahyang mingguan di gereja. Endokrin telah menjelajahi seluruh saluran darahku. Menyebabkan aku terus saja memikirkannya. Feronom-feronom yang angin tiupkan disekitar pencimanku membuatku semakin merindukannya. Aku sadar, aku tak dapat berdiri di depan pastour gerejaku sebagai pasangan kekasih. Aku tak dapat membayangkannya memakai jilbab dengan seorang pastour sebagai penghulu pernikahan kami dan aku juga pastinya tak sanggup berijab kabul di depan pastour itu dengan menyebut nama Tuhannya. This’s impossible things.
Kusandarkan kepalaku di sebuah pembaringan rotan tua di teras rumahku, nyaman. Aku tersadar mengapa setiap orang yang memiliki masalah besar mereka tak pernah menyandarkan tangannya ataupun kakinya malah justru kepalanya?, yah.. karena pada kepalalah semuanya ditampung. Mulai otak yang mengatur semua metabolisme tubuh, hingga darah yang mendistribusikan segalanya ke bagian tubuh yang lain, belum lagi masalah-masalah yang mendera kita yang tempatnya juga di kepala kita. Sungguh sistem kerja yang hebat. Pantas saja manusia diutamakan dalam hal akalnya. Tiba-tiba saja aku ingin membawa Imah masuk ke agamaku, ide itu muncul begitu saja dalam benakku, ku pikir dia tidak terllu menyukai gamanya. Akan kucoba membicarakannya esok dengannya. Ia akan menerimanya, aku yakin itu. Terlebih lagi ia tak pernah mempermasalahkan tentang agamanya yang berbeda denganku. Bahkan beberapa kali ia menanyakan tentang beberapa hal mengenai agamaku,
Keesokkan harinya,
“iMah, kamu suka agamamu?”
“menurutmu”
“tidak”
“baguslah kalo begitu”
“Alasan kamu tidak menyukainya, apa?”
 “agama itu menskreditkan perempuan”
“tidak semuanya”
“jadi menurutmu agamamu lebih baik?”
“iyah.. contohnya saja diagungkannya seorang bunda Maria sehinbgga ia mendapat posisi penting dalam struktur ketuhanan kami”
“oh, yaah?? Tapi menurut agamaku, Tuhan terlalu Agung untuk menjadi dipersamakan kedudukannya dalam sistem pembagian jenis kelamin, menurut kami perempuan dan laki-laki itu makhluk ciptaan Tuhan, bukan Tuhan. Pencipta tak pernah sama dengan yang diciptakannya, untuk apa makhluk menyembah sesuatu yang hampir sama dengannya? Mulai dari struktur tubuh yang dimilki makluknya hampir sama dengan yang penciptanya?. Itu menurutku aneh.”
Aku diam..
  “Lantas.. mengapa Agamamu juga menyembah seorang nabi? Dia juga berasal dari kalangan manusia?”
“kami tak menyembahnya, tapi mempercayainya sebagai pengutus pembawa ajaran untuk dapat kemudian disampaikan kepada umatnya. Dia yang menuntun umatnya agar bertemu dengan Tuhan dalam keadaan yang sempurna, Tuhan adalah Yang Maha agung, tak mungkinlah kita akan bertemu dengan-Nya tanpa bekal apa-apa sedangkan Tuhan itu Sang pencipta.”
“mengapa kamu begitu percaya dengan kebenaran yang dibawanya?”
“bukankah kita sama?”
“maksudmu?”
“mengapa kamu mempercayai Yesus lah sang Juru selamatmu?”
“karena.. aku percaya pada Yesus”. tegasku
“oh..” jawabnya datar
“Gini,. Dahulu itu ada seorang penjahat yang banyak melakukan dosa, dia ampe disalib karena perbuatannya yang  jahat.. tapi kemudian dia ketemu dengan Yesus sewaktu di Salib. Dan dia berkata begini .
"Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42)
dan Yesus menjawab
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (ayat 43)
tuh orang adalah penyamun dan ia sendiri pun mengakui kalau dia tuh melakukan perbuatan yang buruk hingga layak di hukum. (ayat 41). Tapi Yesus menyelamatkan dia karena dia percaya”. Jawabku panjang lebar.
“jawaban yang baik”
“Lantas kamu?, mengapa kamu percaya Nabi mu itu? Muhammad? Yang membawa ajaran yang benar?”
“jika kamu buta, lantas aku mengatakan bahwa 3 meter di depanmu ada lubang galian sumur yang sangat dalam dan menyuruhmu mengambil jalan lain agar terhindar dari bahaya?, apa yang kamu lakukan?”.
“Aku? Sayangnya aku tak buta.”
“yah, memang setidaknya kamu beruntung mengenai hal itu”
“hmmmm,”
“jika kamu berada diposisi tersebut, anggap saja kamu memang buta. Tentu saja kamu akan memperhatikan dengan seksama kata-kataku. Memang, kata-kataku belum tentu benar, tapi kata-kataku juga belum tentu salah. Tapi hal itu sangat penting buatmu,oleh karena itu kamu akan memperhatikannya. Untuk memastikan kata-kataku benar atau salah. Kamu harus mencari tahu, yaitu dengan cara apa saja, hal itu sama saja dengan mempercayai Nabiku, Rasulullah. Karena aku seorang yang buta.”
“aku tahu..”
“sudahlah,, apa tujuanmu menemuiku?”
“tidak, bukan masalah yang besar”
“kamu mengerti betul masalah agamamu, tapi mengapa kamu bahkan tak mengerjakan kewajibanmu?”
“karena Agamaku akan mengikatku dengan berbagai aturannya, dengan segala aturan-aturan ketat mengenai seorang perempuan dengan berbagai aturan yang membuatku merasa begitu terkungkung dengan segala aturannya mengenai perempuan. tapi belum tentu aku membenci agamaku, bagamana dengan agamamu? Jika perempuan terbebaskan dengan segala aturan yang mengikat segala potensi, aku akan mengikutimu’
“maksudmu??”
“kamu mengerti maksudku..”
“murtad..”
“terlalu banyak alasan yang membuat seorang muslim masuk neraka dengan segala kapitalismenya’
“apakah kamu yakin?”
“tidak juga”
“lantas??”
“entahlah”
“tidak usah”. Jawabku mengakhiri perdebatan datar kami
“apakah suaraku begitu indah ketika aku membangunkanmu waktu itu?”
“apa?”
“sangat indahkah? Bahkan kamu rela mencari tahu tentangku.”
“maksudmu?”
“seperti apa aku di matamu ketika aku berbicara?”
“kamu..’
“yah, aku tahu kamu menyukaiku. Tak ada seorang lelakipun yang dapat menerima dengan senyuman dengan segala argumenku yang kacau mengenai jenismu. Kecuali kau benar-benar menyukaiku.
“aku..”
“maksudmu, aku tak salah lagi?”
“iyahh,”
“tapi ‘itu’ menghalangimu untuk bisa memilikiku”
Aku terdiam, entah apalagi yang harus kukatakan. Tapi dia berhasil membaca semua tentangku. Dia benar-benar hebat.
“bagaimana?”
“tetang??’
“agamamu”
“tidak, atas nama yesus kamu jangan melakukannya”
“kenapa?”
“jika kau telah berani mengkhianati Tuhanmu. Terlebih aku”
“hahahahahaha, baiklah. Aku percaya kamu orang yang baik”
Mulai hari itu aku mengerti, aku tak berhak mengubah sesuatu yang merupakan hal yang paling esensial dalam diri seseorang. Aku menghargainya, dengan segala takdirnya. Hal membuatku bertanya mengapa manusia terlahir dengan agama yang berbeda jika Tuhan ingin disembah dengan satu cara???.
Kali ini aku harus mengikuti LKK semacam latihan kepemimpinan kristen, aku menerima tugas sebagai salah satur kordinator dalam acara ini. Hal ini membuatku tidak bisa bertemu dengannya untuk beberapa hari.
Hembusan napasku menyebabkan embun kecil disekitar kaca jendela gereja. Aku tersadar aku telah lama berdiri di sini sambil menatap jalan, rasanya hantu-hantu semut itu merayapi kakiku, sehingga muncul kram yang membuatku sedikit meringis. Entah apa yang membuatku selalu membayangkannya. Mengapa dia tiba-tiba muncul di depanku. Tapi, tunggu sebntar. Dia nyata, dia datang dan berdiri tepat di depan mataku. Dia masuk gereja dengan...., bukan, ini bukan dia.. tapi matanya... ini betul-betul dia. Dia memakai jilbab, hal yang paling di takutkannya. Dia masuk ke gereja dengan memakai jilbabnya. Tuhan, apa ini?? makhluk apa dia??.
“bagaimana penampilanku?”
“kamu suka??”
“kamu..”
“Iyah, aku sadar aku seharusnya seperti ini, kain ini bukan betuk penindasan terhadap perempuan. Justru sebaliknya. Dengan ini perempuan dapat melindungi dirinya dari penerawangan jenismu. Aku tak mau tubuhku menjadi salah satu komoditi lokal yang dapat dieksploitasi oleh jenismu itu.”
“kamu sangat membenci lelaki??”
“iyah,”
“aku??”
“kamu makhluk lain yang bisa mematahkan argumenku dalam memandang jenismu.”
“hah... kamu”
“lamar aku”
“aku tak bisa”
“mengapa? Karena agama kita yang berbeda? Itu bukan penghalang bagi kita, mungkin kita akan menjadi simbol perdamaian umat beragama?”
“tidak, tahukah kamu tentang aturan agamamu itu?, seorang yang istri haruslah mengikuti agama suaminya”
“itu aturan agamaku, bagaimana kalau aku mengikuti aturan agamamu saja? Bukankah Tuhan itu satu? Kita bebas memilih jalan tapi tetap berada di koridor ketuhanan”
“Agama kita berbeda, jangan mencampuradukan satu dengan yang lainnya.”
“tapi kita akan terluka dengan perbedaan ini”
“siapa yang bisa menilai agamamu ataukah agamaku yang membawa kebenaran?”
“tidak ada”
“tapi kita harus tetap mencari kebenaran itu, tapi kita ditakdirkan dengan cara yang berbeda mencarinya”
“aku tak mengerti apa maksudmu”
“bersusah-susahan itu adalah harga yang harus dibayarkan demi suatu kepastian bahwa argumen-argumen mana yang benar atau salah”
“aku mengerti, tentunya kamu juga akan mengerti tentang keadaanku sekarang ini. Aku telah dilamar oleh temanmu, Rifat. Dan aku akan menerimanya. Terima kasih atas semuanya, aku senang mengenalmu.”  
“iyah, maafkan aku”. Kalimat terakhirku, sekaligus penutupan pertemuanku dengannya. Mulai hari itu kami hidup di dunia kami masing-masing dengan segala keadaan kami, aku tak tahu harus seperti apa lagi. Dia benar-benar telah menjalari seluruh isi otakku. Namun, hidup bukan untuk kemarin tapi esok.
Setelah pengabdianku dengan gereja Santa Paulus, aku menjadi pastour di gereja itu dan sebagai simbol kesetianku padanya. Termasuk pengabdianku kepada Tuhan yang merupakan salah satu alasanku berpisan dengannya. Biarkan ini menjadi indah dengan keterpisahan kita. Menjadi seimbang dengan penempatan kita di kehidupan ini. Mungkin menjadi sangatlah sulit tapi bukan mustahil. Bukankah bangunan dapat berdiri kokoh meski diterpa angin kencang sekalipun karena keseimbangn gedung itu bukan tempatnya berpijak? Tapi keseimbangannya terhadap tempat tersebut.


No comments:

Post a Comment