Oleh: Asran Salam
Hidup mungkin
bisa dikatakan sebagai rentetan nasib. Dan nasib baru kita mengerti bila
harapan tak kunjung nyata di depan mata. Bila harapan menjadi aktual, di sana juga
kita biasa berkata bahwa inilah nasib..ya ini nasib saya-menjadi ini, menjadi
itu dan seterusnya. Nasib barangkali saja benar jika, dikatakan sebagai misteri
dalam hidup. Tapi nasib tentunya bukanlah kebetulan. Tetapi ada hukum yang mana
nasib tetap tunduk padanya.
Suatu ketika,
nasib mengantarkan Zeno untuk terdampar di Athena. Bersama ayahnya, ia harus
menerima kapal yang membawa barang-barang dagangan ayahnya mengalami kerusakan.
Di Athena, Zeno memutuskan untuk berjalan-jalan. Ia menyempatkan diri untuk
mampir sebuah toko buku. Di tempat itu, ia menemukan, membeli dan membaca Apologia Socrates.
Setelah
membacanya, seketika bayang-bayang wajah Socrates seolah-olah hidup
dikepalanya. Menjadi pikiran yang tak kunjung padam. Seperti badai api yang membara namun tak melahirkan
ketakutan. Bagi Zeno, ia telah menemukan inspirasi; “Aku ingin mengikuti orang
seperti ini!” Gumamnya.
Zeno yang
dilahirkan di Citium kawasan Cyprus pada abad ke-4 SM, ingin belajar pada Socrates.
Tatkala keinginan itu ia nyatakan pada penjual di toko itu. Seseorang yang
berpakaian norak sedang melintas di depan toko. Maka seketika penjual di toko
itu, sambil menunjuk orang tersebut, lalu berkata kepadanya; “ikutilah dia!”
Ternyata orang baru saja melintas itu, adalah Crates yang kelak menjadi guru
Zeno.
Crates, seorang
guru yang berpandangan sinis. Pandangan sinisme berawal dari Diogenes. Ia dinyatakan
sebagai pendiri paham ini. Suatu hari, ketika ia menggabungkan diri dengan para
pekerja kasar dan berpakaian seperti layaknya pekerja, disana dia berkhotbah bahwa;
“Segala filsafat yang serba muluk tak ada gunanya; apa yang bisa diketahui,
haruslah bisa diketahui oleh orang kebanyakan”.
Pada Crates, Zeno
tak lama belajar. Zeno harus berpisah dengan gurunya itu. Walau harus berpisah
karena ketidak-cocok-an. Namun, perjumpaanya dengan Crates tetap sangat berarti. Zeno masih
mengingat kata-kata Crates tentang nasib yang menimpanya. Nasib yang membuatnya
terdampar di Athena; “Kamu melakukan pelayaran yang buruk, tetapi berakhir
dengan kerusakan kapal yang baik!” Zeno
benar-benar melihat kebenaran kata-kata Crates itu. Kerusakan kapal yang
dialaminya adalah hal baik. Karena dengan itu, ia menjadi seorang filosof yang
bijak. Pertemuan
dengan Crates, mengantarkan dirinya dikemudian hari dalam mendirikan mazhab
stoa.
Lalu apa yang
menarik dari Zeno dengan stoanya? Padanya kita akan menemukan; Tuhan tidak
terpisah dengan dunia. Ia adalah jiwa alam dan kita semua memiliki sebagian
dari api Ilahi. Zeno ingin mengajarkan kepada kita bahwa hidup seorang individu
yang baik ketika ia selaras dengan alam. Baginya kehidupan manusia adalah
dengan meraih keutamaan. Apa yang
diajarkan oleh Zeno dengan stoanya, sepertinya masyarkat kita sekarang atau manusia-manusia kini tak mengambil
pelajaran itu. Sebab kita, manusia-manusia modern tetap saja memandang alam
sebagai suatu yang berjarak dengan diri kita. Hingga, hal wajar bila alam
diekspolitasi senak kita.
Padahal jauh hari
kaum Zeno sudah menyampaikan pesan bahwa, keutamaan
tekandung dalam kehendak yang seirama dengan alam. Segala hal seperti;
kesehatan, kebahagiaan dan kekayaan tak ada gunanya bila ia tak mengantarkan
kita untuk selaras dengan alam. Zeno begitu menghargai alam. Ini barangkali tak
lain dan tak bukan, karena ia melihat bahwa hukum Tuhan teraktual dalam alam.
Tak hanya itu, yang menarik adalah pandangan Zeno yakni tentang penderitaan. Hidup
memang tak pernah lekang dari penderitaan. Manusia selalu mengalaminya. Penderitaan
adalah bayang-bayang hidup yang biasa
disebut sebagai musiba. Kita tahu bahwa musiba adalah
ihwal derita dan bahagia. Tapi bagi Zeno, Derita tak perlu untuk diretapi. Tak
perlu untuk dihindari. Derita bukanlah tujuan hidup. Cukup kita menghadapinya
dengan ringan. Menjalaninya sebagai pengalaman yang tak perlu ditanggapi secara
emosional.
Manusia perlu
untuk menerima setiap apa yang terberi. Segala yang baik merupakan aturan sang
Ilahi. Kita, manusia cukup menerima proyek kehidupan ini. Menerima sekecil
apapun dari hidup dan menjalaninya dengan sabar. Dan yang penting, jika
penderitaan itu ada maka, kita hanya membutuhkan kesediaan untuk menghadapinya.
Berhadapan untuk perjuangan moral yang lebih besar.
No comments:
Post a Comment