Friday, January 22, 2016

Oleh: Asran Salam Hidup mungkin bisa dikatakan sebagai rentetan nasib. Dan nasib baru kita mengerti bila harapan tak kunjung nyat...

Zeno dan Perihal Nasib

No comments:
 


Oleh: Asran Salam


Hidup mungkin bisa dikatakan sebagai rentetan nasib. Dan nasib baru kita mengerti bila harapan tak kunjung nyata di depan mata. Bila harapan menjadi aktual, di sana juga kita biasa berkata bahwa inilah nasib..ya ini nasib saya-menjadi ini, menjadi itu dan seterusnya. Nasib barangkali saja benar jika, dikatakan sebagai misteri dalam hidup. Tapi nasib tentunya bukanlah kebetulan. Tetapi ada hukum yang mana nasib tetap tunduk padanya.

Suatu ketika, nasib mengantarkan Zeno untuk terdampar di Athena. Bersama ayahnya, ia harus menerima kapal yang membawa barang-barang dagangan ayahnya mengalami kerusakan. Di Athena, Zeno memutuskan untuk berjalan-jalan. Ia menyempatkan diri untuk mampir sebuah toko buku. Di tempat itu, ia menemukan, membeli dan membaca Apologia Socrates.

Setelah membacanya, seketika bayang-bayang wajah Socrates seolah-olah hidup dikepalanya. Menjadi pikiran yang tak kunjung padam. Seperti badai  api yang membara namun tak melahirkan ketakutan. Bagi Zeno, ia telah menemukan inspirasi; “Aku ingin mengikuti orang seperti ini!” Gumamnya.


Zeno yang dilahirkan di Citium kawasan Cyprus pada abad ke-4 SM, ingin belajar pada Socrates. Tatkala keinginan itu ia nyatakan pada penjual di toko itu. Seseorang yang berpakaian norak sedang melintas di depan toko. Maka seketika penjual di toko itu, sambil menunjuk orang tersebut, lalu berkata kepadanya; “ikutilah dia!” Ternyata orang baru saja melintas itu, adalah Crates yang kelak menjadi guru Zeno.

Crates, seorang guru yang berpandangan sinis. Pandangan sinisme berawal dari Diogenes. Ia dinyatakan sebagai pendiri paham ini. Suatu hari, ketika ia menggabungkan diri dengan para pekerja kasar dan berpakaian seperti layaknya pekerja, disana dia berkhotbah bahwa; “Segala filsafat yang serba muluk tak ada gunanya; apa yang bisa diketahui, haruslah bisa diketahui oleh orang kebanyakan”.

Pada Crates, Zeno tak lama belajar. Zeno harus berpisah dengan gurunya itu. Walau harus berpisah karena ketidak-cocok-an. Namun, perjumpaanya dengan Crates tetap sangat berarti. Zeno masih mengingat kata-kata Crates tentang nasib yang menimpanya. Nasib yang membuatnya terdampar di Athena; “Kamu melakukan pelayaran yang buruk, tetapi berakhir dengan kerusakan kapal yang baik!”  Zeno benar-benar melihat kebenaran kata-kata Crates itu. Kerusakan kapal yang dialaminya adalah hal baik. Karena dengan itu, ia menjadi seorang filosof yang bijak. Pertemuan dengan Crates, mengantarkan dirinya dikemudian hari dalam mendirikan mazhab stoa.

Lalu apa yang menarik dari Zeno dengan stoanya? Padanya kita akan menemukan; Tuhan tidak terpisah dengan dunia. Ia adalah jiwa alam dan kita semua memiliki sebagian dari api Ilahi. Zeno ingin mengajarkan kepada kita bahwa hidup seorang individu yang baik ketika ia selaras dengan alam. Baginya kehidupan manusia adalah dengan meraih keutamaan. Apa yang diajarkan oleh Zeno dengan stoanya, sepertinya masyarkat kita sekarang  atau manusia-manusia kini tak mengambil pelajaran itu. Sebab kita, manusia-manusia modern tetap saja memandang alam sebagai suatu yang berjarak dengan diri kita. Hingga, hal wajar bila alam diekspolitasi senak kita.  

Padahal jauh hari kaum Zeno sudah menyampaikan pesan bahwa, keutamaan tekandung dalam kehendak yang seirama dengan alam. Segala hal seperti; kesehatan, kebahagiaan dan kekayaan tak ada gunanya bila ia tak mengantarkan kita untuk selaras dengan alam. Zeno begitu menghargai alam. Ini barangkali tak lain dan tak bukan, karena ia melihat bahwa hukum Tuhan teraktual dalam alam.

Tak hanya itu, yang menarik adalah pandangan Zeno yakni tentang penderitaan. Hidup memang tak pernah lekang dari penderitaan. Manusia selalu mengalaminya. Penderitaan adalah bayang-bayang hidup yang biasa disebut sebagai musiba. Kita tahu bahwa musiba adalah ihwal derita dan bahagia. Tapi bagi Zeno, Derita tak perlu untuk diretapi. Tak perlu untuk dihindari. Derita bukanlah tujuan hidup. Cukup kita menghadapinya dengan ringan. Menjalaninya sebagai pengalaman yang tak perlu ditanggapi secara emosional. 

Manusia perlu untuk menerima setiap apa yang terberi. Segala yang baik merupakan aturan sang Ilahi. Kita, manusia cukup menerima proyek kehidupan ini. Menerima sekecil apapun dari hidup dan menjalaninya dengan sabar. Dan yang penting, jika penderitaan itu ada maka, kita hanya membutuhkan kesediaan untuk menghadapinya. Berhadapan untuk perjuangan moral yang lebih besar.

Zeno memang punya cara sendiri dalam memahami hidup dan nasib. Zeno memang filosof yang banyak memberikan refleksi dan perenungan tentang hidup yang baik dan buruk. Bahwa hidup yang baik adalah hal yang lain sedangkan hidup yang buruk juga hal yang lain pula. Namun keduanya tetap berangkat dari kenyataan yang sama yakni nasib.

No comments:

Post a Comment