Tuesday, January 5, 2016

Oleh: Asran Salam Hidup memang selalu saja menyertakan pergulatan pikiran dan batin terhadap fakta-fakta keseharian. Hidup adalah u...

Hidup

No comments:
 


Oleh: Asran Salam

Hidup memang selalu saja menyertakan pergulatan pikiran dan batin terhadap fakta-fakta keseharian. Hidup adalah upaya pencarian kejernian tentang diri. Tapi kadangkala dunia tak memberikan ruang itu. Sepertinya penampilan dunia yang demikian, membenarkan perkataan Albert Camus bahwa dunia adalah irasional. Dunia irasional barangkali tak memberikan jalan keluar, rimba yang tak bertepi. Dan manusia selalu saja berusaha ingin menemukan tepi. Dunia irasional, sepertinya dunia yang tak terjelaskan dan membawa pada kesadaran absurd. Kesadaran yang hadir karena kejenuhan, kelelahan dan mekanis dalam keseharian. Barangkali dunia memang tercipta menawarkan itu.

Hidup memang terkadang tak memberikan kepastian. Ia semacam enigma  dihadapan manusia. Kekosongan begitu nyata. Hidup seperti kata Heidegger we have seen people busy sharpning their knife when there is nothing left to cut. Kita sibuk mengasah pisau kita hingga tak ada waktu untuk menggunakanya. Sepertinya, memang hidup tak lebih dari sekedar mengasah pisau secara terus menerus. Keseharian yang absurd serta hidup yang tak lagi punya kedalaman. Absurd, manusia mengalami itu bila ziarah pikiran tak kungjung menemukan jawaban-jawaban pasti tentang dunia. Dan Albert Camus, menawarkan kematian. Cetusnya, hanya ada jalan bunuh diri fisik atau filososfis. Mengakhiri hidup dengan memisah ruh dan jazad atau berhenti memikirkan dunia.


Dalam hidup yang jemu, mekanik dan serangkaian penderitaan yang ada. Barangkali, ada sesuatu yang luput tak terbaca oleh Camus. Semua itu, sumbernya adalah keinginan sebagaimana kata Budha, keinginan sumber penderitaan. Dengan demikian, barangkali bukanlah mengahkiri hidup tapi mengakhiri keinginan.  “Bunuh diri” dalam hidup yang tak terjelaskan mungkin adalah jalan yang tepat. Tapi mengakhiri hidup dengan memisah ruh dan jazad serta berhenti memikirkan dunia adalah tragika manusia. “Bunuh diri” mungkin sesekali perlu untuk dijalani sebagai bentuk ketundukan pada yang ultim. “Bunuh diri” barangkali bisa dipahami sebagai sebuah penghujung perhelatan  panjang ikhtiar manusia. Dan pasrah adalah jawaban.

Satu hal, bunuh diri adalah jalan yang tak layak bagi Agama. Ia adalah sebuah keputusan yang tak mencerminkan keimanan. Pilihan hidup yang sia-sia. Tapi bagi Camus, bunuh diri adalah keputusan yang tepat dan wujud keimanan dari hidup yang tak ada nilai absolut. Lain agama, lain Camus, tapi dia hidup dan melihat tindak tanduk agama zamanya. Agama yang tampil sebagai dogma dan tak menyelesaikan apa-apa dalam hidup selain klaim yang melahirkan kegetiran. Camus tak mempercayai Tuhan.

Kejernian tentang hidup mungkin memang terkadang ditemukan dalam perasaan-perasan absurd. Ada kesadaran bahwa dunia ini memang sementara dan penghujungnya adalah kematian. Tidakkah kita menempatkan dan sedikit melakukan pelampuan terhadap Camus bahwa perasaan abdsurd mungkin memberikan ruang kepasrahaan. Pasrah kepada nouminous dimana manusia “berpegang” mengikatkan dirisumber gelora hidup. Tepatnya ia tak tersentu oleh bahasa dan pikiran manusia. Memang kadang benar, kematian begitu dirindukan dalam perasaan absurd. Menjadi Absurd mungkin bukanlah  dengan jalan “menghabisi” diri, tapi bisa saja jalan “meniadakan” diri dan hingga kematian bukanlah hal yang sia-sia. Namun persembahan pada nouminous. Persembahan pada kenihilan ekstensi manusia dalam menyatu pada pusaran eksistensi. Barangkali disitu kita perlu belajar pada agama-para sufi. Ia menawarkan kematian yang berbeda yakni matilah engkau sebelum mati.  Bagi agama, dengan kematian tidakhlah segalanya selesai. Ia hanyalah sebuah etape dalam hidup. Perpindahan hidup dari fana menuju keabadian dan mungkin pada ruang ini agama begitu berarti. Absurditas memiliki ruang makna yang lain pada tangan agama.   
    

Tulisan ini pernah terbit dalam buku Jejak Dunia Yang Retak, 2012 dengan judul yang sama.

No comments:

Post a Comment