Oleh: Asran
Salam
Senja berlalu dan malam pun datang
menyelimuti Desa Marana. Desa yang terletak dipesisir pantai yang kebanyakan
pendudukanya hidup dari melaut. Para lelaki tua- muda hampir tiap hari
aktivitasnya adalah melaut. Di desa itu jarang kita temukan para lelaki untuk bersantai
ria kecuali ketika laut enggan bersahabat dengan ombaknya yang besar, itu pun
ombak yang besar bila masi bisa di arungi maka para nelayan di desa itu tetap
melaut dan berharap menankap ikan yang banyak yang kelak di jual di pasar.
Melaut bagi penduduk desa itu merupakan jalan untuk melanjutkan hidup. Cahaya lampu
dari para perahu nelayan nampak dari kejahuan berjejer seperti deretan rumah di
perkampungan walau sesekali timbul tenggelam berirama mengikuti ombak yang agak
besar malam itu. Hampir setiap malam kita menyaksikan pemandangan di Desa itu
bila kita berada di tepi pantai. Di Desa itu lahir dan tumbuh besar seorang
anak laki-laki. Ambo Dalle nama anak itu, dia sekarang berumur menjelang delapan
belas tahun dan duduk di bangku sekolah menengah atas dan sebentar lagi ujian
nasional. Konon di beri nama Ambo Dalle karena ketika masih dalam kandungan
rejeki orang tuanya selalu mujur. Bapaknya bila melaut selalu menangkap ikan
yang banyak. Ambo Dalle adalah anak terakhir dari enam bersaudara dan semuanya
laki-laki. Saudaranya telah berkeluarga
dan memiliki rumah masing-masing, kakaknya juga semunya berprofesi seperti
Ayahnya. Semua kakanya rata-rata sekolanya hanya sampai SD.
***
Suatu malam yang dingin dengan angin
sepoi-sepoi menerpah tubuh, desahan ombak terdengar di bibir pantai walau
langit malam itu agak mendung, mungkin hujan sebentar lagi akan turun. Di tepi
pantai, Ambo Dalle duduk menyaksikan lampu dari perahu para nelayan, malam ini dia memilih menyendiri tak ada suara
kecuali desahan ombak berlahan berdecak di bibir pantai yang menemaninya. Ambo
Dalle masih terpaku diam tanpa memalinkan wajahnya dari keramaian cahaya lampu
para nelayan, dalam hati Ambo Dalle berharap malam ini Bapaknya dapat menangkap
ikan yang banyak karena saat ini dia sangat membutuhkan uang untuk melunasi SPP
sekolahnya sebelum tiba waktu ujian nasional.
Pagi datang mengganti malam para nelayan
sudah kembali kerumahnya masing-masing membawa hasil tankapannya. Harapan Ambo
Dalle agar bapaknya dapat menangkap ikan yang banyak ternyata terwujud. Ambo
Dalle pergi kesekolah dengan hati yang legah karena dapat melunasi pembayaran
SPP. Di sekolah Ambo Dalle tegolong anak pendiam dia hanya berbicara kepada
teman-temannya seperlunya saja namun dia memiliki paras yang gagah, kulit yang
tidak terlalu putih namun bersih, hitam manis demikian kata tepat untuk
mewakili parasnya sehinnga gadis-gadis di sekolahnya banyak yang naksir tapi
dia tidak bergeming karena dia sudah berprinsip tak akan berpacaran sebelum
berhasil menjadi seorang sarjana yang merupakan cita-citanya dan kelak
mendapatkan kerja walau prinsip itu tak pernah di utarakan kepada sahabatnya,
kalau toh dia jatuh hati pada seorang perempuan dia memilih untuk memendam rasanya
demi mempertahankan prinsip. Dengan karakter pendiam serta prinsipnya itu
teman-temannya merasa kagum pada dirinya.
***
Waktu terus melaju meninggalkan hari-hari
kemarin semakin jauh, hari berganti dengan hari yang baru. Ujian nasional pun
berlalu yang ditunggu sisah pengumuman kelulusan. Sembari menunggu kelulusan
Ambo Dalle mengisi hari-hari senggang itu dengan membantuh bapaknya melaut,
menjajalkan ikan ke-pasar. Pada suatu moment dia pergi melaut bersama bapaknya,
di malam itu dalam pikirnya adalah waktu yang tepat untuk mengutarakan
keinginanya untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi di makassar
“Iy’e? begitu Ambo Dalle menyapa bapaknya
yang merupakan panggilan seorang anak pada bapaknya yang menjadi ciri khas
bugis makassar.
“Kenapa nak?
“Begini iy’e, bila saya lulus Sekolah saya
punya rencana mau melanjutkan keperguruan tinggi” Lanjut Ambo Dalle
“Nak kuliah itu butuh biaya yang banyak
kamu kan tahu pekerjaan Iy’emu ini kan cuma nelayan, kamu juga kan tahu mengapa
saudara-saudaramu tidak melanjutkan sekolahnya”
“Aku mau kuliah sambil cari kerja supaya
tidak terlalu memberatkan Iy’e” tegas Ambo Dalle tetap besikukuh dan jaji
kepadanya Iy’enya.
“Kalau Iy’emu nak tidak jadi masalah, Iy’e
akan mengusahan bagaimana kau bisa tetap sekolah karena itu juga harapan Iy’e,
saya juga mau punya anaknya yang sarjana supaya dapat kerja yang bagus tidak
menjadi nelayan terus tapi nantilah kita bicarakan dulu sama Emmak dan
saudaramu kalau sudah dirumah.
“Makasih Iy’e”.
Keinginan yang kuat agar dapat merasakan
bangku kuliah Ambo Dalle telah terutarkan pada Iy’enya dan mendapat sinyal yang
kuat namun satu lagi yang tunggu yakni tanggapan Emmak dan saudara-saudaranya,
namun dia terus berharap agar Emmaknya mengisingknya.
Akhirnya waktu untuk mendengarkan apa
tanggapan Emmak dan saudaranya telah tiba. Di rumahnya berkumpul semua Iy’e,
Emmak dan saudaranya, dari pembincaraan itu melahirkan kesimpulan bahwa Ambo
Dalle di isingkan untuk kuliah karena sauadara-saudaranya juga mau membantu
perseolaan biaya kelak. Hati Ambo Dalle pun berbunga-bunga mendengarkan
semuanya.
***
Pengumuman
kelulusan sudah menyebar kesekolah-sekolah termasuk sekolah Ambo Dalle. Nama
Ambo Dalle terpampang di papan pengumuman dan dinyatakan lulus dengan nilai
yang cukup tinggi wajar karena memang Ambo Dalle di sekolahnya tergolong
pintar. Dia anak yang cerdas dan di senangi oleh banyak guru karena sikapnya
yang terus menampakkan kesungguhan dalam belajar.
Setelah
selesai acara perpisahan disekolahnya. Tiba saatnya Ambo Dalle akan meninggalkan
kampung halaman yang di cintainya, kampung halaman yang menorehkan banyak kisah
dalam hidupnya. Dia akan menuju ke Makassar mengejar cita-citanya menjadi
seorang sarjana yang pertama dalam keluarga. Dia mengemasi semua barang-barang
kebutuhan yang akan dibawa dengan dibantu oleh Emmaknya. Disisi lain Iy’e dan
saudara-saudaranya sudah berkumpul bersiap-siap pula untuk melepas kepergian
Ambo Dalle. Mobil yang akan ditumpangi oleh Ambo Dalle telah terparkir di depan
rumah besiap untuk menjemputnya.
“Nak
siap-siaplah”mobil sudah ada.
“Iya,
Iy’e”. Jawab Ambo Dalle sambil bergegas keruangan tamu dimana Iy’e, Emmak serta
saudaranya berkumpul untuk melepas kepergiannya menuju kota makassar.
“Nak
akkatutuko, aja’mu kaita-kaita rikamponna tau’e nasabah iditu tau
kasih asihki” Pesan Emmaknya dalam bahasa bugis pada Ambo Dalle. Emmaknya
berpesan menyuruh Ambo Dalle untuk berhati-hati di kampungnya orang dan jangan
pernah ikut-ikutan melihat orang lain bila punya sesuatu berkeinginan juga untuk
memiliki.
“Iya
Emmak”
“Nak
tangnga’i gau’mu naiya muala angreguru. Mualai madecengnge mutetanggi maja’e
iya adae siongrongmui ja’na sibawa decenna, makkuwamutoi nawanawaea” kini
giliran Iy’enya yang berpesan kepada Ambo Dalle. Iye’nya khendak berpesan
padanya bahwa amatilah perbuatanmu nak dan jadikan guru, petiklah yang baik dan
kau tinggalkan yang buruk, sebab bicara itu tempatnya kebaikan dan keburukan,
demikian pula pikiran.
“Iya Iy’e” sambil menganggukkan kepala Ambo
Dalle mengiyakan pesan Iy’enya.
Setelah
berpamitan dengan memeluk Emmaknya, mencium tangan Iye’ dan saudaranya, Ambbo
Dalle pun meniggalkan kampung halamannya.
***
Makassar
terik matahari yang begitu panas menyengat mengakibatkan kegerahan dan hujan
enggan turun. Tak terasa sebulan sudah Ambo Dalle di Makassar mengurus
pendaftaran serta menunggu pengumuman seleksi peneriman calon mahasiswa baru.
Setelah pengumuman Seleksi penerimaan calon mahasiswa baru keluar Ambo dalle pun diterima di salah satu Universitas,
dia mengambil jurusan pendidikan. Hari-hari kampusnya pun dilalui dengan
senang, dia sudah memiliki banyak teman yang juga dari berbagai daerah,
laki-laki, perempuan senang bergaul denganya karena dia sering membantu temannya
yang mengalami kesulitan termasuk dalam akademik. Khusunya untuk teman
perempuan ada beberapa kepincut dengan Ambo Dalle tapi lagi-lagi Ambo Dalle tak
menghiraukan, dia masih bersikukuh dengan prinsipnya. Namun disisi lain dia
sebenarnya merasakan perasaan lain terhadap salah satu temannya, gadis itu
berasal dari jakarta, cantik dan lembut serta baik hati itulah kesan pertama
sejak berkenalan dengannya yang dilihat oleh Ambo Dalle. Rani nama gadis tapi
prinsip tetap menghalanginya untuk mengutarakan perasaan.
Di
ruang kuliah, Ambo Dalle selalu melirik Rani perasaan hangat semakin dalam
terasa, semakin di hiraukan perasaan itu semakin memuncak seakan ingin tumpah
dan tertutarakan sendiri. Perasaan kasih, cinta ingin berbagi pada seorang
perempuan menjadi motivasi tersendiri bagi Ambo Dalle untuk selalu hadir di
ruang kelas tapi sayang tembok prinsip kokoh tetap berdiri menghalau perasaan
ingin berbagi itu. Ambo Dalle mencintai Rani, Namun Ambo Dalle memiilih
mencintai dalam keheningan tanpa harus mengorbankan prinsipnya toh ada masa, Ambo
Dalle akan mengutarakan bila tiba waktu itu.
Ambo
Dalle masih berkutat dengan perasaanya, hari-hari tetap dilalui tanpa
meninggalkan kecurigaan pada teman yang lain bahwa dia menaruh hati pada Rani,
Tak lama kemudian tersiar kabar dalam kelas tentang Rani bahwa dia sedang
merajut cinta dengan salah satu senior. Tak ada perasaan cemburu, tak ada
perasaan bersalah kenapa dia tidak mengungkapkan perasaanya, malah dia
bersyukur karena Rani sudah memiliki kekasih, Ambo Dalle malah mendoakan Rani
mudah-mudahan dialah sosok yang baik buat hidupnya. namun Ambo
Dalle tetap mencintainya dalam hati.
***
Tahun
berganti dengan tahun yang baru, kini Ambo Dalle sudah penghujung semester
delapan, semester akhir dari lazimnya jika kuliah di Universitas untuk strata
satu. Kuliah kerja nyata atau KKN serta praktek lapang atau PPL telah
diselesaiakan namun Ambo Dalle masi menyisahkan beberapa mata kuliah yang dia
harus program ulang karena nilainya sangat kurang disisi lain dia juga
sementara memgromkan skripsi dan sementara di kerjakan ,konsultasi sesering
mungkin dia lakukan hinnga skripsinya sudah rampung sisah menunggu beberap mata
kuliah lalu ujian. Sementara itu Rani gadis yang di cintainya dalam hati sisah
menunggu jadwal ujian. Rani tak lagi menjalin hubungan dengan seniornya. Di
penghujung masa status mahasiswa, kini Rani da Ambo Dalle selalu jalan bersamaan
karena kebetulan mereka berdua satu pembimbing skripsi. Karena keseringan bersama
perasaan Ambo Dalle terhadap Rani yang pada dasarnya tidak pernah terkubur,
perasaan yang hanya lama terpendam kembali memuncak dan kini semakin sulit
terbendung karena Rani juga sudah menampakkan sikap ketertarikan terhadap Ambo
Dalle. Kasih yang dalam tak terelakkan lagi di antara mereka berdua. Prinsip
Ambo Dalle akhirnya runtuh oleh gadis yang memang sangat dicintainya.
Jadwal
Ujian sudah keluar dari fakultas, Senin pagi Rani akan ujian meja. Menjelang
detik-detik ujian Ambo Dalle setia menemani Rani yang nampak gugup menghadapi
ujian, dia menghiburnya dan menyuruh Rani tenang saja.
“Dalle
aku sangat gugup, jantungku berdebar-debar” Rani mengutarakan perasaan gugupnya
pada Ambo Dalle
“Tenanglah,
kamu pasti bisa melewatinya” Ambo Dalle berusaha menenangkan Rani
“Tapi,
aku takut sekali, jangan-jangan nanti di dalam ruangan para penguji banyak
mengeluarkan pertanyaan yang tidak bisa kujawab” Lanjut Rani masih dalam
kondisi tegang.
“
Sudahlah tidak usah kewatir, kamu pasti bisa kok menjawabnya kan kamu sudah
pelajari skripsinya”
“Ya-ya”
Rani berusaha tenang.
***
Waktu
berlalu, Rani pun diwisuda sementara itu Ambo Dalle telah menyelesaiakan
Kuliahnya dan kini sementara mengurus
jadwal Ujian. Beberarapa hari setelah
ujian Rani bertemu dengan Ambo Dalle khendak menyampaikan bahwa dia akan balik
ke Jakarta. Saat itu raut wajah Ambo Dalle sedikit murung karena tak lama lagi
kekasih yang di cintai akan meninggalkanya. Tapi Ambo Dalle tetap berharap Rani
masih bersetia walau jarak yang jauh. Rani pun berjanji akan bersetia pada Ambo
Dalle dan hal itu membuat hati Ambbo Dalle sedikit legah.
Rani
Akhirnya terbang ke Jakarta. Pasca kepergian Rani Ambo Dalle tak lagi mempunyai
gairah. Jadwal ujian pun enggan lagi untuk di urus walau orang tuanya selalu
menanyakan jadwal ujiannya. Suatu ketika Iy’enya menelpon “nak Iy’e ini sudah
terlampau tua cepatlah menyelesaiakn kuliahmu supaya Iy’emu ini dapat melihat
kamu sarjana itulah harapan Iy’e”. Perasaan Ambo Dalle semakin galau sementara
itu Rani di jakarta telah mendapat pekerjaan, menjadi seorang guru. Ibu Rani
mulai mendesak Rani memperkenalkan Kekasihnya dan segerah melamarnya namun
dengan catatan calon Rani itu harus sudah punya pekerjaan. Mendengar kabar itu
dari Rani semakin membuat Ambo Dalle tertekan bagaimana tidak dia kan belum
sarjana serta belum punya pekerjaan sudah tentu ibu Rani akan mengucilkannya.
Karena
banyaknya tekanan Ambo Dalle berupaya keras keluar darinya, yang pertama harus
dia selesaikan adalah menjadi seorang sarjana dan dia pun akhirnya menjadi
sarjana, wisuda pun digelar Iy’e dan Emmak serta saudaranya hadir dalam prosesi
itu dan semua merasa bangga karena Ambbo Dalle kini menjadi sarjana. Tentang
keserjanaanya dia pun tak lupa untuk mengabarkannya pada kekasihnya. Rani ikut
berbahagia mendengarkanya kabar itu.
Menjadi
seorang sarjana ternyata juga adalah beban apatahlagi jika belum mendapatkan pekerjaan
maka, Ambo Dalle memilih untuk tetap berdiam di Makassar sambil mencari kerja
hanya sesekali saja kembali di kampung karena berat mendengar cerita-cerita di
kampung “sarjana tidak punya pekerjaan tetap”. Ambo Dalle dalam kesibukannya
mencari kerja dia mendapat kabar dari Rani bahwa dia sudah di lamar oleh
seorang laki-laki yang berprofesi sebagai polisi dan ibunya menerima lamaran
itu dan waktu pernikahan sudah ada. Mendengar kabar itu Ambo Dalle merasa
kehilangan namun tak bersedih lalu dia mengirim surat pada Rani. Aku memang bukan
untuknmu. Aku sekarang ini, saat ini hanyalah serpihan-serpihan hidup yang
sedang berserakan namun belajar merangkainya menjadi permadani. Wajarlah jika
kau tak bersetia denganku. Tapi aku pemenang karena aku memilih tak bersedih
dengan semua ini, jika aku bersedih maka
calonmu itulah pemenang tapi aku merasa kehilangan ingat itu!. Aku tetap
mencintaimu dalam keheningan dan kesendirianku. Prinsip Ambo Dalle yang
selama ini dipegang dan runtuh karena kecintaanya yang terlalu mendalam pada
Rani ternyata terbukti, kita tidak akan pernah diperhitungkan oleh orang tua
kekasih kita jikalau kita belum memiliki pekerjaan tetap dan hidup
mapan.....(*)
No comments:
Post a Comment