Thursday, April 26, 2012

Oleh: Asran Salam Senja berlalu dan malam pun datang menyelimuti Desa Marana. Desa yang terletak dipesisir pantai yang kebanyakan pend...

Sebuah Harapan Dikala Senja

No comments:
 

Oleh: Asran Salam

Senja berlalu dan malam pun datang menyelimuti Desa Marana. Desa yang terletak dipesisir pantai yang kebanyakan pendudukanya hidup dari melaut. Para lelaki tua- muda hampir tiap hari aktivitasnya adalah melaut. Di desa itu jarang kita temukan para lelaki untuk bersantai ria kecuali ketika laut enggan bersahabat dengan ombaknya yang besar, itu pun ombak yang besar bila masi bisa di arungi maka para nelayan di desa itu tetap melaut dan berharap menankap ikan yang banyak yang kelak di jual di pasar. Melaut bagi penduduk desa itu merupakan jalan untuk melanjutkan hidup. Cahaya lampu dari para perahu nelayan nampak dari kejahuan berjejer seperti deretan rumah di perkampungan walau sesekali timbul tenggelam berirama mengikuti ombak yang agak besar malam itu. Hampir setiap malam kita menyaksikan pemandangan di Desa itu bila kita berada di tepi pantai. Di Desa itu lahir dan tumbuh besar seorang anak laki-laki. Ambo Dalle nama anak itu, dia sekarang berumur menjelang delapan belas tahun dan duduk di bangku sekolah menengah atas dan sebentar lagi ujian nasional. Konon di beri nama Ambo Dalle karena ketika masih dalam kandungan rejeki orang tuanya selalu mujur. Bapaknya bila melaut selalu menangkap ikan yang banyak. Ambo Dalle adalah anak terakhir dari enam bersaudara dan semuanya laki-laki.   Saudaranya telah berkeluarga dan memiliki rumah masing-masing, kakaknya juga semunya berprofesi seperti Ayahnya. Semua kakanya rata-rata sekolanya hanya sampai SD. 
***
Suatu malam yang dingin dengan angin sepoi-sepoi menerpah tubuh, desahan ombak terdengar di bibir pantai walau langit malam itu agak mendung, mungkin hujan sebentar lagi akan turun. Di tepi pantai, Ambo Dalle duduk menyaksikan lampu dari perahu para nelayan,  malam ini dia memilih menyendiri tak ada suara kecuali desahan ombak berlahan berdecak di bibir pantai yang menemaninya. Ambo Dalle masih terpaku diam tanpa memalinkan wajahnya dari keramaian cahaya lampu para nelayan, dalam hati Ambo Dalle berharap malam ini Bapaknya dapat menangkap ikan yang banyak karena saat ini dia sangat membutuhkan uang untuk melunasi SPP sekolahnya sebelum tiba waktu ujian nasional.
Pagi datang mengganti malam para nelayan sudah kembali kerumahnya masing-masing membawa hasil tankapannya. Harapan Ambo Dalle agar bapaknya dapat menangkap ikan yang banyak ternyata terwujud. Ambo Dalle pergi kesekolah dengan hati yang legah karena dapat melunasi pembayaran SPP. Di sekolah Ambo Dalle tegolong anak pendiam dia hanya berbicara kepada teman-temannya seperlunya saja namun dia memiliki paras yang gagah, kulit yang tidak terlalu putih namun bersih, hitam manis demikian kata tepat untuk mewakili parasnya sehinnga gadis-gadis di sekolahnya banyak yang naksir tapi dia tidak bergeming karena dia sudah berprinsip tak akan berpacaran sebelum berhasil menjadi seorang sarjana yang merupakan cita-citanya dan kelak mendapatkan kerja walau prinsip itu tak pernah di utarakan kepada sahabatnya, kalau toh dia jatuh hati pada seorang perempuan dia memilih untuk memendam rasanya demi mempertahankan prinsip. Dengan karakter pendiam serta prinsipnya itu teman-temannya merasa kagum pada dirinya.
***
Waktu terus melaju meninggalkan hari-hari kemarin semakin jauh, hari berganti dengan hari yang baru. Ujian nasional pun berlalu yang ditunggu sisah pengumuman kelulusan. Sembari menunggu kelulusan Ambo Dalle mengisi hari-hari senggang itu dengan membantuh bapaknya melaut, menjajalkan ikan ke-pasar. Pada suatu moment dia pergi melaut bersama bapaknya, di malam itu dalam pikirnya adalah waktu yang tepat untuk mengutarakan keinginanya untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi di makassar    
“Iy’e? begitu Ambo Dalle menyapa bapaknya yang merupakan panggilan seorang anak pada bapaknya yang menjadi ciri khas bugis makassar.
“Kenapa nak?
“Begini iy’e, bila saya lulus Sekolah saya punya rencana mau melanjutkan keperguruan tinggi” Lanjut Ambo Dalle
“Nak kuliah itu butuh biaya yang banyak kamu kan tahu pekerjaan Iy’emu ini kan cuma nelayan, kamu juga kan tahu mengapa saudara-saudaramu tidak melanjutkan sekolahnya”
“Aku mau kuliah sambil cari kerja supaya tidak terlalu memberatkan Iy’e” tegas Ambo Dalle tetap besikukuh dan jaji kepadanya Iy’enya.
“Kalau Iy’emu nak tidak jadi masalah, Iy’e akan mengusahan bagaimana kau bisa tetap sekolah karena itu juga harapan Iy’e, saya juga mau punya anaknya yang sarjana supaya dapat kerja yang bagus tidak menjadi nelayan terus tapi nantilah kita bicarakan dulu sama Emmak dan saudaramu kalau sudah dirumah.
“Makasih Iy’e”.
Keinginan yang kuat agar dapat merasakan bangku kuliah Ambo Dalle telah terutarkan pada Iy’enya dan mendapat sinyal yang kuat namun satu lagi yang tunggu yakni tanggapan Emmak dan saudara-saudaranya, namun dia terus berharap agar Emmaknya mengisingknya.
Akhirnya waktu untuk mendengarkan apa tanggapan Emmak dan saudaranya telah tiba. Di rumahnya berkumpul semua Iy’e, Emmak dan saudaranya, dari pembincaraan itu melahirkan kesimpulan bahwa Ambo Dalle di isingkan untuk kuliah karena sauadara-saudaranya juga mau membantu perseolaan biaya kelak. Hati Ambo Dalle pun berbunga-bunga mendengarkan semuanya.

***
            Pengumuman kelulusan sudah menyebar kesekolah-sekolah termasuk sekolah Ambo Dalle. Nama Ambo Dalle terpampang di papan pengumuman dan dinyatakan lulus dengan nilai yang cukup tinggi wajar karena memang Ambo Dalle di sekolahnya tergolong pintar. Dia anak yang cerdas dan di senangi oleh banyak guru karena sikapnya yang terus menampakkan kesungguhan dalam belajar.
            Setelah selesai acara perpisahan disekolahnya. Tiba saatnya Ambo Dalle akan meninggalkan kampung halaman yang di cintainya, kampung halaman yang menorehkan banyak kisah dalam hidupnya. Dia akan menuju ke Makassar mengejar cita-citanya menjadi seorang sarjana yang pertama dalam keluarga. Dia mengemasi semua barang-barang kebutuhan yang akan dibawa dengan dibantu oleh Emmaknya. Disisi lain Iy’e dan saudara-saudaranya sudah berkumpul bersiap-siap pula untuk melepas kepergian Ambo Dalle. Mobil yang akan ditumpangi oleh Ambo Dalle telah terparkir di depan rumah besiap untuk menjemputnya.
            “Nak siap-siaplah”mobil sudah ada.
            “Iya, Iy’e”. Jawab Ambo Dalle sambil bergegas keruangan tamu dimana Iy’e, Emmak serta saudaranya berkumpul untuk melepas kepergiannya menuju kota makassar.
            “Nak akkatutuko, aja’mu kaita-kaita rikamponna tau’e nasabah iditu tau kasih asihki” Pesan Emmaknya dalam bahasa bugis pada Ambo Dalle. Emmaknya berpesan menyuruh Ambo Dalle untuk berhati-hati di kampungnya orang dan jangan pernah ikut-ikutan melihat orang lain bila punya sesuatu berkeinginan juga untuk memiliki.
            “Iya Emmak”
            “Nak tangnga’i gau’mu naiya muala angreguru. Mualai madecengnge mutetanggi maja’e iya adae siongrongmui ja’na sibawa decenna, makkuwamutoi nawanawaea” kini giliran Iy’enya yang berpesan kepada Ambo Dalle. Iye’nya khendak berpesan padanya bahwa amatilah perbuatanmu nak dan jadikan guru, petiklah yang baik dan kau tinggalkan yang buruk, sebab bicara itu tempatnya kebaikan dan keburukan, demikian pula pikiran.
             “Iya Iy’e” sambil menganggukkan kepala Ambo Dalle mengiyakan pesan Iy’enya.
            Setelah berpamitan dengan memeluk Emmaknya, mencium tangan Iye’ dan saudaranya, Ambbo Dalle pun meniggalkan kampung halamannya.

***
            Makassar terik matahari yang begitu panas menyengat mengakibatkan kegerahan dan hujan enggan turun. Tak terasa sebulan sudah Ambo Dalle di Makassar mengurus pendaftaran serta menunggu pengumuman seleksi peneriman calon mahasiswa baru. Setelah pengumuman Seleksi penerimaan calon mahasiswa baru keluar  Ambo dalle pun diterima di salah satu Universitas, dia mengambil jurusan pendidikan. Hari-hari kampusnya pun dilalui dengan senang, dia sudah memiliki banyak teman yang juga dari berbagai daerah, laki-laki, perempuan senang bergaul denganya karena dia sering membantu temannya yang mengalami kesulitan termasuk dalam akademik. Khusunya untuk teman perempuan ada beberapa kepincut dengan Ambo Dalle tapi lagi-lagi Ambo Dalle tak menghiraukan, dia masih bersikukuh dengan prinsipnya. Namun disisi lain dia sebenarnya merasakan perasaan lain terhadap salah satu temannya, gadis itu berasal dari jakarta, cantik dan lembut serta baik hati itulah kesan pertama sejak berkenalan dengannya yang dilihat oleh Ambo Dalle. Rani nama gadis tapi prinsip tetap menghalanginya untuk mengutarakan perasaan.
            Di ruang kuliah, Ambo Dalle selalu melirik Rani perasaan hangat semakin dalam terasa, semakin di hiraukan perasaan itu semakin memuncak seakan ingin tumpah dan tertutarakan sendiri. Perasaan kasih, cinta ingin berbagi pada seorang perempuan menjadi motivasi tersendiri bagi Ambo Dalle untuk selalu hadir di ruang kelas tapi sayang tembok prinsip kokoh tetap berdiri menghalau perasaan ingin berbagi itu. Ambo Dalle mencintai Rani, Namun Ambo Dalle memiilih mencintai dalam keheningan tanpa harus mengorbankan prinsipnya toh ada masa, Ambo Dalle akan mengutarakan bila tiba waktu itu.
            Ambo Dalle masih berkutat dengan perasaanya, hari-hari tetap dilalui tanpa meninggalkan kecurigaan pada teman yang lain bahwa dia menaruh hati pada Rani, Tak lama kemudian tersiar kabar dalam kelas tentang Rani bahwa dia sedang merajut cinta dengan salah satu senior. Tak ada perasaan cemburu, tak ada perasaan bersalah kenapa dia tidak mengungkapkan perasaanya, malah dia bersyukur karena Rani sudah memiliki kekasih, Ambo Dalle malah mendoakan Rani mudah-mudahan  dialah  sosok yang baik buat hidupnya. namun Ambo Dalle tetap mencintainya dalam hati.
***
            Tahun berganti dengan tahun yang baru, kini Ambo Dalle sudah penghujung semester delapan, semester akhir dari lazimnya jika kuliah di Universitas untuk strata satu. Kuliah kerja nyata atau KKN serta praktek lapang atau PPL telah diselesaiakan namun Ambo Dalle masi menyisahkan beberapa mata kuliah yang dia harus program ulang karena nilainya sangat kurang disisi lain dia juga sementara memgromkan skripsi dan sementara di kerjakan ,konsultasi sesering mungkin dia lakukan hinnga skripsinya sudah rampung sisah menunggu beberap mata kuliah lalu ujian. Sementara itu Rani gadis yang di cintainya dalam hati sisah menunggu jadwal ujian. Rani tak lagi menjalin hubungan dengan seniornya. Di penghujung masa status mahasiswa, kini Rani da Ambo Dalle selalu jalan bersamaan karena kebetulan mereka berdua satu pembimbing skripsi. Karena keseringan bersama perasaan Ambo Dalle terhadap Rani yang pada dasarnya tidak pernah terkubur, perasaan yang hanya lama terpendam kembali memuncak dan kini semakin sulit terbendung karena Rani juga sudah menampakkan sikap ketertarikan terhadap Ambo Dalle. Kasih yang dalam tak terelakkan lagi di antara mereka berdua. Prinsip Ambo Dalle akhirnya runtuh oleh gadis yang memang sangat dicintainya.
            Jadwal Ujian sudah keluar dari fakultas, Senin pagi Rani akan ujian meja. Menjelang detik-detik ujian Ambo Dalle setia menemani Rani yang nampak gugup menghadapi ujian, dia menghiburnya dan menyuruh Rani tenang saja.
            “Dalle aku sangat gugup, jantungku berdebar-debar” Rani mengutarakan perasaan gugupnya pada Ambo Dalle
            “Tenanglah, kamu pasti bisa melewatinya” Ambo Dalle berusaha menenangkan Rani
            “Tapi, aku takut sekali, jangan-jangan nanti di dalam ruangan para penguji banyak mengeluarkan pertanyaan yang tidak bisa kujawab” Lanjut Rani masih dalam kondisi tegang.
            “ Sudahlah tidak usah kewatir, kamu pasti bisa kok menjawabnya kan kamu sudah pelajari skripsinya”
            “Ya-ya” Rani berusaha tenang.
***
            Waktu berlalu, Rani pun diwisuda sementara itu Ambo Dalle telah menyelesaiakan Kuliahnya dan kini  sementara mengurus jadwal Ujian.  Beberarapa hari setelah ujian Rani bertemu dengan Ambo Dalle khendak menyampaikan bahwa dia akan balik ke Jakarta. Saat itu raut wajah Ambo Dalle sedikit murung karena tak lama lagi kekasih yang di cintai akan meninggalkanya. Tapi Ambo Dalle tetap berharap Rani masih bersetia walau jarak yang jauh. Rani pun berjanji akan bersetia pada Ambo Dalle dan hal itu membuat hati Ambbo Dalle sedikit legah.
            Rani Akhirnya terbang ke Jakarta. Pasca kepergian Rani Ambo Dalle tak lagi mempunyai gairah. Jadwal ujian pun enggan lagi untuk di urus walau orang tuanya selalu menanyakan jadwal ujiannya. Suatu ketika Iy’enya menelpon “nak Iy’e ini sudah terlampau tua cepatlah menyelesaiakn kuliahmu supaya Iy’emu ini dapat melihat kamu sarjana itulah harapan Iy’e”. Perasaan Ambo Dalle semakin galau sementara itu Rani di jakarta telah mendapat pekerjaan, menjadi seorang guru. Ibu Rani mulai mendesak Rani memperkenalkan Kekasihnya dan segerah melamarnya namun dengan catatan calon Rani itu harus sudah punya pekerjaan. Mendengar kabar itu dari Rani semakin membuat Ambo Dalle tertekan bagaimana tidak dia kan belum sarjana serta belum punya pekerjaan sudah tentu ibu Rani akan mengucilkannya.
            Karena banyaknya tekanan Ambo Dalle berupaya keras keluar darinya, yang pertama harus dia selesaikan adalah menjadi seorang sarjana dan dia pun akhirnya menjadi sarjana, wisuda pun digelar Iy’e dan Emmak serta saudaranya hadir dalam prosesi itu dan semua merasa bangga karena Ambbo Dalle kini menjadi sarjana. Tentang keserjanaanya dia pun tak lupa untuk mengabarkannya pada kekasihnya. Rani ikut berbahagia mendengarkanya kabar itu.
            Menjadi seorang sarjana ternyata juga adalah beban apatahlagi jika belum mendapatkan pekerjaan maka, Ambo Dalle memilih untuk tetap berdiam di Makassar sambil mencari kerja hanya sesekali saja kembali di kampung karena berat mendengar cerita-cerita di kampung “sarjana tidak punya pekerjaan tetap”. Ambo Dalle dalam kesibukannya mencari kerja dia mendapat kabar dari Rani bahwa dia sudah di lamar oleh seorang laki-laki yang berprofesi sebagai polisi dan ibunya menerima lamaran itu dan waktu pernikahan sudah ada. Mendengar kabar itu Ambo Dalle merasa kehilangan namun tak bersedih lalu dia mengirim surat pada Rani. Aku memang bukan untuknmu. Aku sekarang ini, saat ini hanyalah serpihan-serpihan hidup yang sedang berserakan namun belajar merangkainya menjadi permadani. Wajarlah jika kau tak bersetia denganku. Tapi aku pemenang karena aku memilih tak bersedih dengan semua ini,  jika aku bersedih maka calonmu itulah pemenang tapi aku merasa kehilangan ingat itu!. Aku tetap mencintaimu dalam keheningan dan kesendirianku. Prinsip Ambo Dalle yang selama ini dipegang dan runtuh karena kecintaanya yang terlalu mendalam pada Rani ternyata terbukti, kita tidak akan pernah diperhitungkan oleh orang tua kekasih kita jikalau kita belum memiliki pekerjaan tetap dan hidup mapan.....(*)  

No comments:

Post a Comment