Asran Salam
Pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan,
keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan
menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi.
Pembelajaran mengandung arti adanya proses belajar-mengajar antara guru dan
siswa (pelajar).
Pembelajaran
adalah suatu proses yang sistematik di mana setiap komponen harus saling
sinergi, seperti: siswa, guru, kurikulum, dan fasilitas belajar. Dalam proses
tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan, di mana kedudukan guru sebagai
pengajar dan siswa sebagai sasaran atau obyek sekaligus subjek yang diajar
harus saling berinteraksi demi optimalnya kegiatan pembelajaran.
Interaksi antara guru dan siswa atau anak
didik dalam bingkai pembelajaran guna terjadinya trasformasi pengetahuan dan
sikap, membutuhkan sebuah metode pembelajaran yang tentunya sesuai dengan
kondisi siswa atau anak didik sehingga tidak terjadi sebuah kejenuhan, bosan
dalam belajar.
Ketika kita
melihat pendekatan dalam pembelajaran yang digunakan selama ini dalam kelas
hinga sekarang ini sepertinya belum keluar dari metode pembelajaran konvesional yakni kebanyakan guru dalam
mengajar lebih banyak mendiktekan kepada siswa atau anak didik.
Kecenderungan guru menjadikan siswa atau anak
didik sebagai objek masih terjadi. Kebanyakan guru masih melihat bahwa anak
didik sebagai botol kosong yang harus di isi dan kepatuhan anak didik sangat
dibutuhkan dalam mengisinya.
Membuka cakrawala dan melihat
perkembangan dalam pembelajaran sangat dibutuhkan bagi seorang guru untuk
meningkantkan kwalitas pendidikan. Dalam dunia pendidikan sekarang ini dengan
kemajuan dunia yang sangat pesat serta munculnya berbagai macam pendekatan baru
dalam pembelajaran perlu untuk ditelisisik oleh seorang guru pada khususnya
atau semua elemen yang memiliki peran dalam dunia pendidikan.
Dalam pembelajaran perlu untuk di
pahami bahwa setiap individu (anak didik) memiliki gaya
belajar dan gaya bekerja yang unik, maka guru
dan sekolah sebagai institusi pelaksana pendidikan semestinya dapat melayani
setiap gaya
belajar individu sehingga dengan demikian perlunya berbagai ragam model
pembelajaran yang harus digunakan.
Guru, sadar atau tidak, sering kali beranggapan bahwa kelas yang
baik itu tenang dan serius. Dengan asumsi demikian, guru akan merasa telah
berhasil menjalankan tugasnya dengan baik jika sanggup membuat kelas menjadi
tenang dan siswa serius belajar. Sebaliknya, mereka akan sedih dan merasa
tertekan jika kelas gaduh dan siswa tampak kurang serius. Dalam suasana kelas
seperti ini, guru terkadang lupa menghitung berapa banyak anak yang
terkantuk-kantuk dan 'terpaksa' tertidur pulas dalam kelas.
Konon, salah satu tanda kehidupan adalah pergerakan. Kelas akan
hidup jika siswa banyak melakukan pergerakan. Kelas berubah menjadi kuburan
jika siswa tidak lagi hidup, tidak belajar melakukan sesuatu dengan
menyenangkan. Sekolah kemudian terasa seperti penjara yang menyesakkan. Dalam
iklim pembelajaran seperti ini, energi psikis siswa lebih banyak tersedot untuk
membuat mata tetap terjaga, atau melawan kebosanan, daripada untuk mempelajari
materi pelajaran. Sementara suasana kelas yang menyenangkan (fun) akan memberikan daya dorong bagi
kegairahan siswa untuk mengembangkan diri secara lebih optimal.
Pembelajaran yang menyenangkan disebut Edutainment, perpaduan
antara education (pendidikan) dan entertainment (hiburan). Sebuah proses
pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga muatan pendidikan dan
hiburan dapat dikombinasikan dengan harmonis. Pembelajaran, oleh karenanya,
terasa lebih menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan
dengan humor, permainan (game), bermain peran (role play), kuis, berselancar di
internet mencari informasi baru tentang topik yang sedang dipelajari (webquest), dan sebagainya. Sebuah proses
pembelajaran interaktif yang lebih memberi ruang kepada siswa untuk mengalami,
mencoba, merasakan, dan menemukan sendiri.
Dave Meier (2000) dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook menyatakan, sudah saatnya pembelajaran pola lama diganti dengan pendekatan SAVI, agar pembelajaran berlangsung lebih efektif. Guru, dalam mengelola kelas, sebaiknya menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan intellectual (SAVI).
Somatic didefinisikan sebagai learning
by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing (belajar
dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan
menggambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Selain pendekatan pembelajaran, maka prinsip-prinsip pembelajaran
juga perlu untuk diketehui. Dave Meier
menguraikan ada beberapa prinsip-prinsip terebut. Prinsip yang pertama adalah Learning involves the whole mind and body
yakni sebuah prinsip Pembelajaran melibatkan keseluruhan jiwa dan raga.
Pembelajaran tidak boleh hanya sekadar menyentuh 'kepala' (kesadaran, berpikir
rasional, 'otak kiri', dan verbal) akan tetapi melibatkan keseluruhan tubuh dan
pikiran dengan emosi, rasa, dan intuisinya.
Kedua, Learning is creation,
not consumption. Pembelajaran adalah kreasi, bukan konsumsi. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang dikonsumsi, namun sesuatu yang diciptakan siswa. Ketiga, Collaboration
aids learning. Kerjasama membantu pembelajaran. Seluruh pembelajaran yang
baik memiliki basis sosial. Kita sering kali belajar lebih baik ketika
berinteraksi dengan teman. Kolaborasi antar siswa mempercepat pembelajaran.
Masyarakat pembelajar selalu lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar
daripada sekadar kumpulan individu-individu yang terisolasi.
Selanjutnya atau yang keempat adalah Learning takes place on may levels simultaniously. Pembelajaran
berlangsung simultan pada berbagai tingkatan Pembelajaran bukanlah persoalan menyerap
satu hal kecil pada suatu ketika secara linear, akan tetapi menyerap berbagai
hal sekaligus. Oleh karena itu pembelajaran yang baik mendorong siswa untuk
menyerap berbagai hal itu secara simultan (kesadaran dan parakesadaran, mental
dan fisik). Otak akan lebih terangsang untuk bekerja optimal jika menerima
stimulus tidak hanya satu level.
Pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas adalah pendekatan baru
yang perlu untuk ditelisisk dan mungkin lebih cocok dengan dinamika masa depan.
Setelah mencermati kecenderungan masa depan yang semakin rumit dan kompleks,
Dryden dan Vos (2001) dalam bukunya The
Learning Revolution (Revolusi Cara Belajar) sampai pada kesimpulan,
'pendidikan adalah kunci utama untuk membuka masa depan alternatif'. Sudah
barang tentu bukan sembarang pendidikan, akan tetapi pendidikan yang mampu
'menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata'.
Di sekolah siswa perlu disadarkan tentang harapan yang mereka
pikul, tantangan yang mereka hadapi, dan kemampuan yang perlu mereka kuasai.
Sekolah yang baik, di mata Dryden dan Vos, adalah sebuah sekolah tanpa
kegagalan. Semua murid teridentifikasi bakat, keterampilan, dan kecerdasannya
sehingga memungkinkan mereka menjadi apa saja yang mereka inginkan.
Di masa depan, proses belajar akan semakin mandiri: diarahkan
sendiri dan dipenuhi sendiri. Ini berarti siswa perlu diberi cukup ruang untuk
mengeksplorasi, bereksperimen dan mengajari dirinya sendiri. Model pendidikan
tradisional yang 'serius' dan over regulasi perlu diganti dengan belajar 'mandiri',
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu kognitif modern-termasuk penemuan, pemaknaan,
keterlibatan penuh, dan pengujian. Dengan model ini kecintaan belajar secara
alami akan tumbuh dalam diri setiap orang. Semangat otodidak dapat berkembang
subur.
Ke depan sekiranya semua elemen pendidikan seperti penentu
kebijakan dalam hal ini pemerintah hingga elemen yang pelaksana pendidikan
seperti guru dapat mempertimbangkan pendekatan-pendekatan pembelajaran tersebut
agar kitranya dapat digunakan dan dipatenkan dalam institusi pendidikan agar
supaya pendidikan negeri kita di masa mendatang mampu menjawab tantangan
global.
No comments:
Post a Comment