Thursday, April 26, 2012

Oleh: Asran Salam Pada belahan dunia yang jauh dari Indonesia tepatnya pada benua Amerika bagian selatan, Bolivia sebuah Negara yang s...

Evo Morales Dan SBY; Bagai Bumi Dan Langit

No comments:
 

Oleh: Asran Salam

Pada belahan dunia yang jauh dari Indonesia tepatnya pada benua Amerika bagian selatan, Bolivia sebuah Negara yang sebelumnya terpuruk dengan banyaknya kemiskinan hingga mencapai 70%  yang melandah rakyatnya, asset-aset Negara banyak dikuasai oleh pihak asing, namun kondisi itu melangami perubahan besar sejak terpilihnya seorang persiden baru dengan kebijakanya yang pro rakyat.
Evo Morales terpilih menjadi persiden Bolivia tepatnya pada tanggal 22  desember 2006 dengan partai MAS-nya (Partai Gerakan Menuju Sosialis) yang pimpinya, yang sebelumnya menempati ururtan ke-dua pada pemilu tahun 2002. Dalam menuju tangga menjadi persiden Bolivia Evo Morales melewati proses politik yang panjang di mana sebelumnya dia juga merupakan anggota parlemen (DPR) Bolivia.
Terpilihnya Evo Morales menjadi Persiden membawa angin segar bagi rakyat Bolivia. Kebijakannya yang sangat memihak kepada rakyat bawah membuatnya disenangi dan dicintai oleh rakyatnya. Merealisasikan pendidikan serta kesehatan gratis merupakan bagian dari kebijakannya yang sangat populis. Kebijakan ini disambut gembira oleh rakyatnya karena selama berpuluh-puluh tahun mereka sangat susah mengakses pendidikan dan kesehatan.

 Selain itu untuk mengangkat kesejahteraan petani, Evo Morales mengeluarkan kebijakan  Land Reform  dengan menyerahkan seperlima lahan Negara kepada petani-petani miskin. Kebijakan ini sempat ditentang  oleh golongan tertentu hal ini terkait karena lahan pertanian banyak dikuasai oleh orang-orang kaya. Namun Evo Morales tetap pada pendirianya, baginya kebijakan ini untuk menolong mereka yang hidupnya sangat miskin.
Kebijakan Land Refom adalah upaya yang dilakukan Evo Morales agar terwujudnya keadilan sosial di Bolivia. Baginya jangan sampai segelintir orang kaya menguasai banyak lahan sedangkan sebagaian besar orang miskin hanya menguasai sedikit lahan.  
Nasionalisasi asset-aset Negara yang selama ini di kuasai oleh asing merupakan salah satu kebijakan yang sangat revolusioner dikeluarkanya sebagai Persiden, walaupun kebijakan ini mengandung resiko yang sangat besar baginya karena harus berhadapan dengan Negara adi daya Amerika. Amerika yang banyak menguasai asset di Bolivia tentunya akan tersingkir dengan kebijakan tersebut.
Sebagai seorang Persiden yang betul-betul berjuang untuk rakyatnya. Morales mengeluarkan kebijakan spektakuler dengan memotong gajinya. Dia memangkas separuh gaji yang diperolehnya menjadi 18 juta perbulan untuk kemudian di alokasikan pada program sosial terutama bidang pendidikan dan kesehatan.
 Kebijakan pemotongan gaji yang dilakukannya atas dasar kepedulian sosial terhadap penduduk Bolivia yang rata-rata memiliki penghasiilan rendah.  Alasan lain dari kebijakan ini yakni langkah penghematan anggaran Negara. Tindakan Morales dengan pemotongan gaji, merupakan tindakan yang sangat mencirikan sosok pemimpin altruis yang jiwa serta raganya di pertaruhkan untuk Negara dan rakyatnya.
Kekuasan bagi morales adalah sebuah kesempatan untuk mebawa rakyatnya menatap masa depan yang cerah. Rakyat harus meninggalkan keterpurukan dan bangkit serta berdiri untuk menatap dunia dengan “kaki” bangsa sendiri, tanpa bantuan atau mengemis pada Negara lain.
Setelah mengurai gaya kepemimpinan Evo Morales yang pro rakyat, kini mari kita menelisik gaya kepemipinan Persiden kita. Apakah kebijakannya benar-benar pro rakyat? Apakah janji politiknya benar-benar terealisasi? Apakah Negara ini sudah beranjak dari keterpurukanya?. Indonesia memang bukan Bolivia, namun élan positif Evo Morales melalui serangkaian kebijakan yang pro terhadap rakyat setidaknya bisa menjadi pelajaran untuk membandingkan dengan Persiden di Negara kita ini.
Persiden SBY, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa terpilih menjadi pemimpin tepatnya pada tahun 2004, ini merupakan periode pertamanya. Pada periode pertama tersebut beberapa kebijakan yang tidak pro rakyat dilakukannya salah satunya adalah menaikkan BBM. Kenaikan BBM tersebut tentunya sangat menyensarakan rakyat miskin.
Dalam menutupi dampak kebijakan tersebut, SBY mengeluarkan kebijakan dengan memberikan bantuan langsung kepada rakyat miskin yang nomilnya sekitar 300 ribu rupiah pertiga bulan. Kebijakan tersebut bagi SBY adalah salah solusi untuk mengurangi kemiskinan. Solusi tersebut pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh baik bahkan sebaliknya dampaknya sangat buruk untuk rakyat. Kebijakan ini pun terhenti pada periode selanjutnya.
Pada periode pertama sebagai persiden, SBY tidak melakukan perubahan besar dinegeri ini. Pendidikan masih susah di akses bagi orang-orang yang tidak memiliki modal (Uang). Kesehatan masih tersandung dengan birokratisasi yang berbelit-belit. Kebijakan kepada para petani pun belum menjadi bagian dari prioritas.
Persiden SBY terpilih pada pemilu berikutnya  tepatnya tahun 2009. SBY pada periode kedua ini berjanji akan meciptakan sistem politik pemerintahan yang bersih, santun dan beretika. Janji-janji politik ini, sepertinya hanya menjadi retorika belaka karena konsistensi SBY dengan pemerintahan yang bersih, santun dan bertika tidak terwujud.
      Presiden SBY pada awal-awal pemerintahanya di periode kedua pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif. SBY mendorong terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
            Kemiskinan di negeri ini pun tidak kunjung terselesaikan, walaupun pemerintah mengklaim bahwa ada pengurangan kemiskinan yang mencapai 31,02 juta jiwa. Namun fakta lain menunjukkan bahwa dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.
            Kasus korupsi Gayus Tambunan, Century, rekenin gendut para perwira tinggi kepolisian hinga sekarang ini belum juga terusut sampai keakar-akarnya. Bahkan SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.
Jika Morales mengeluarkan kebijakan  revolusioner, menasionalisasi  asset-aset Negaranya yang di kuasai oleh asing maka, Persiden SBY bahkan tidak memiliki keberanian untuk renegosiasi beberapa asset Negara kita yang dikuasai oleh pihak asing. Walaupun tim audit yang telah dibentuk untuk upaya renegosiasi namun tidak ditindak lanjuti.
Kebijakan SBY terkait dengan dunia pendidikan pun masih jauh dari harapan. Jangan untuk pendidikan gratis perealisasian UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan bahwa anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.
Bila Morales berani berani mengabil sikap pribadi untuk memotong gaji yang diperolehnya untuk kepentingan rakyatnya, maka persiden SBY malah sebaliknya  gaji yang selama ini diterima dianggap tidak cukup, dengan itu Persiden SBY meminta kenaikan gaji. Permintaan kenaikan gaji tidaklah mencirikan pemimpin yang memiliki kepedulian terdhadap rakyatnya yang masih banyak berada garis kemiskinan.
Evo Morales dengan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, pembagian lahan kepada petani serta sikap pribadi untuk memotong gaji yang diperolehnya sebagai persiden untuk kepentingan rakyatnya, tentunya dapat kita nilai sangat jauh dengan apa yang dilakukan oleh SBY. Morales mencurakhan seluruh aktivitas politiknya untuk rakyatnya akan tetapi persiden SBY, gerakan politik yang dilakukan hanya ingin mendapatkan citra (Politik Pencintraan) dari masyarakat.
Morales dan SBY, sebuah perbandingan pemimpin Negara antara Bolivia dan Indonesia bisa menjadi pelajaran buat kita sehingga dengan demikian kita dapat menilai apakah pemimpin kita benar-benar perjuang untuk rakyat atau malah sebaliknya, menjadikan rakyat hanya untuk di “jual”.* 

No comments:

Post a Comment