Tuesday, December 22, 2015

Oleh: Asran Salam Dalam agama ada satu anjuran Tuhan kepada hambanya, yang bagi saya adalah salah satu bentuk ke-Mahapengasih-an Tu...

Kisah Pendoa

No comments:
 


Oleh: Asran Salam

Dalam agama ada satu anjuran Tuhan kepada hambanya, yang bagi saya adalah salah satu bentuk ke-Mahapengasih-an Tuhan. Anjuran itu adalah doa. Kata Tuhan "berdoalah niscaya Aku kabulkan". Mungkin karena anjuran Tuhan itu, sehingga aktivitas doa sering kita lakukan. Barangkali, hampir tiap hari kita mengejakanya. Namun, dari keseringan kita berdoa itu, faktanya, Tuhan tidak banyak mengabulkan doa kita atau bahkan tidak ada sama sekali yang dikabulkan. Dengan kenyataan doa yang kita hadapi itu. Mungkin akan terbesit tanya dalam hati kita "Kok Tuhan tidak mengabulkan doa kita, padahal dia sendiri yang bilang berdoalah niscaya saya akan kabulkan". Ada apa gerangan? Apakah Tuhan sudah menipu hambanya? Apakah Tuhan sudah mengingkari janjinya?

Untuk menjawab pertanyaan itu, Mungkin dengan kisah dua raja berikut ini bisa menjadi jawaban. Kisah ini saya nukil dari buku Jalaluddin Rakhmat, Doa Bukan Lampu Aladin. Kisah itu kira-kira sebagai berikut:


“Dulu ada seorang raja yang sepanjang hidupnya hanya berbuat maksiat dan zalim. Kemudian ia jatuh sakit. Anjuran tabib yang mengobatinya agar segera berpamitan saja pada keluarganya karena obat dari penyakitnya itu adalah sejenis ikan. Dan sekarang bukan musim ikan. Lalu sang raja berdoa dan Tuhan mendengar doanya. Lalu Tuhan memerintahkan kepada malaikat untuk menggiring ikan tersebut agar muncul dipermukaan laut. Singkat cerita, akhirnya dengan ikan tersebut raja zalim ini akhirnya sembuh.

Di tempat lain, ada juga seorang raja yang dalam hidupnya hanya mengabdi kepada Tuhan. Raja tersebut adil dan saleh juga ditimpah penyakit yang sama. Para tabib yang mengobatinya juga mengatakan obatnya adalah sejenis ikan sama. Tapi, jangan khawatir sebab disini lagi musim ikan. Tentunya tidak sulit untuk mendapatkan ikan tersebut. Namun, justru Tuhan memerintahkan kepada malaikat untuk menggiring ikan-ikan tersebut ke sarangnya. Akhirnya, singkat cerita raja yang adil dan saleh itu menghembuskan nafas yang terakhir.

Seperti kita di bumi. Konon di langit sana para malaikat juga bingung atas "tindakan" Tuhan tersebut. Kemudian Allah berfirman: "Walaupun yang zalim ini banyak berbuat dosa, dia juga pernah berbuat baik. Demi kasih sayangku, Aku berikan pahala amal baiknya sebelum meninggal. Dia masih memiliki amal baiknya belum Aku balas. Maka, Aku segerakan membalasnya sehingga nanti kelak dia datang kepadaKu dengan dosa-dosanya. Demikian juga dengan raja yang saleh itu. Walaupun dia banyak berbuat baik tetap saja dia pernah berbuat buruk. Aku balas semua keburukannya dengan musiba. Menjelang kematiannya masih ada dosanya yang Aku belum balas. Maka, Aku tolak doa kesembuhannya agar dia datang padaku dengan membawa amal salehnya"

Kisah yang lain yang bisa jadi jawaban, konon, suatu waktu seorang penulis sedang menulis biografi Ali Bin Abi Tahlib—khalifah keempat Islam. Dalam proses menulisnya itu, pada bagian terakhir buku yang ditulisnya masih membutuhkan satu referensi lagi untuk merampungkan bukunya itu. Berkelilinglah ia mencari buku tersebut. Berpindah-pindah dari perpustakaan satu ke perpustakan yang lain. Namun, dalam pencariannya itu hasilnya nihil. Karena tak menemui titik terang akan keberadaan buku itu, sang penulis memutuskan untuk pergi berziarah ke makam Ali Bin Abi Thalib dengan harapan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Melalui makam Ali Bin Abi Thalib sang penulis memohon kepada Allah SWT dengan penuh rintihan, deraian air mata mengiringi lantunan permohonanya.

Walau Allah SWT tak mengabulkan doanya, tak henti-hentinya sang penulis datang lalu berdoa. Merintih dengan penuh kekhusyuan. Baginya tak ada jalan lagi selain Allah SWT yang memberikannya petunjuk. Semua usaha telah ditempunya dan usaha yang terkahir adalah doa. Pada saat yang sama, seorang tua pun datang berdoa di makam Ali Bin Abi Thalib. Anak orang tua sedang sakit. Berdoalah ia tanpa rintihan. Namun, tak hanya itu dalam doanya ia cenderung mengancam Allah SWT serta pemilik makam. Jika doanya tak dikabulkan perihal kesembuhan anaknya,  maka ia akan berpaling ke lain dan tak mau lagi mengakui Ali Abi Bin Abi Thalib sebagai Imam. Setalah selesai berdoa, orang tua itu pun pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah orang tua itu menemukan anaknya kembali sehat seperti semula. Maka sungguh gembira orang tua tersebut sebab doa telah dikabulkan. 

Konon, Allah SWT mengabulkan doa orang tua itu karena tak senang mendengar doanya. Sedang sang penulis tak dikabulkan doanya karena Allah SWT sangat senang dan rindu selalu mendengar rintihan-rintihannya. Bila dikabulkan Allah SWT tak akan lagi mendengar rintihan sang penulis itu. Tak lagi melihat deraian air mata yang mengiri doa-doanya seperti anak kecil yang meminta sesuatu kepada orang tuanya. Jadi, mungkin kesimpulannya jangan bersedih hati bila Tuhan tidak serta merta mengabulkan doa kita. Jangan-Jangan Allah SWT lagi membersihkan dosa-dosa kita. Sehingga kelak di kemudian hari kita menghadap kepadaNya dengan besih—tak lagi punya dosa. Mungkin Allah SWT senang mendengar dan melihat rintihan kita. Justru sebaliknya, barangkali kita perlu khawatir bila Allah SWT bila terlalu cepat mengabulkan doa kita. Jangan-jangan Tuhan sudah membalas terlebih dahulu segala amal saleh hingga kita tak punya lagi amal saleh yang dapat dibawah ke akhirat kelak—semuanya adalah dosa. Boleh jadi Allah SWT tidak mau lagi mendengar doa kita yang tak mencerminkan seorang hamba.

No comments:

Post a Comment