Saturday, September 7, 2013

Oleh: Asran Salam “Tidak beriman seseorang sehingga aku lebih ia cintai ketimbang dirinya sendiri” (Hadis Nabi) Andaikata engka...

Senandung Rindu Nabi Pada Ummatnya

No comments:
 
Oleh: Asran Salam

“Tidak beriman seseorang sehingga aku lebih ia cintai ketimbang dirinya sendiri”
(Hadis Nabi)

Andaikata engkau ingin selamat dari api neraka
Beshalawat kepadaya dengan pedih (rindu) dan cinta
(Annemarie Schimmel)

Di sebuah majelis Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya sedang berkumpul, tiba-tiba Rasulullah SAW bertutur “rindu saudara-saudara, ummat akhir zaman”. “Apa maksudmu berkata demikian wahai ya Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang menyelumuti pikirannya. Mendengar pertanyaan Abu Bakar tersebut, kemudian Rasulullah SAW menjawab dengan suara merendah; “Tidak, Wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabat tetapi bukan saudara-saudara”. “Kami juga saudara-saaudaramu wahai Rasulullah” kata seorang sahabat yang lain. Mendengar itu Rasulullah SAW menggeleng-gelengkan kepalanya berlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian melanjutkan; “Saudara ialah mereka yang belum melihatku mereka beriman denganku sebagai Rasul Allah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka”.
Kisah ini di atas diabdikan oleh Ibnu Abbas, pada kisah ini setidaknya kita menemukan perhatian atau kepedulian Rasulullah SAW yang dalam terhadap ummatnya. Kepedulian layaknya air yang tiada henti mengalir. Begitu banyak kisah yang menujukkan perhatian selain kisah di atas. Misalkan pada sebuah moment majelis, Rasulullah ingin bercerita perihal iman dengan memulai bertanya kepada sahabat-sahabat yang hadir kala itu. “Siapakah yang paling ajaib imannya” Tanya Rasulullah. “Malaikat” Jawab Sahabat. “Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka senantiasa dekat dengan Allah” Jelas Rasulullah.
Mendengar penjelasan Rasulullah tersebut para sahabat lalu terdiam seketika. Lalu mereka menjawab lagi “Para nabi tentunya” mendengar jawaban dari sahabat tersebut, lalu Rasulullah kembali bertutur “Bagaimana Nabi tidak beriman sedangkan wahyu diturungkan kepadanya” lalu “mungkin kami” cetus seorang sahabat. “Bagaimana mungkin sahabat tidak beriman sedangkan mereka bersamaku” Rasulullah menimpali. “Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih mengetahui” jawab seorang sahabat lagi, dengan mengakui kelemahan mereka tidak mampu menjawab pertanyaan dari Rasulullah tersebut.
“Kalau kalian ingin tahu siapa mereka, mereka ialah ummatku yang hidup selepasku. Mereka membaca al-Quran dan beriman dengan semua isinya. Berbahagialah oranglah yang dapat berjumpa dan beriman denganku (para sahabat) dan tujuh kali lebih berbahagia orang yang beriman denganku meskipun tidak pernah hidup di masaku, tapi mencintaiku dan ini berjumpa denganku” Jelas Rasulullah. Setelah memaparkan, Rasulullah membisu, kemudian berucap yang berbaur kesayuan; kesedihan, keibahan hati yang mengharukan “Aku sungguh rindu bertemu dengan mereka”  

Kisah selanjutnya yang bisa menjadi renungan bahwa Rasulullah begitu sangat mencintai ummatnya. Yakni pada suatu hari, disaat langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Ketika malaikat maut sedang mengetuk pintu rumah Rasulullah. Kala itu adalah moment-moment akhir hidup Rasulullah. Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup tangan di wajahnya, dan Ali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan, tak lama itu dari bibir Rasulullah terucap; “Ummati, Ummati, Ummati” Dan, setelah itu pupuslah kembang hidup manusia agung nan mulia itu.
Membaca beberapa kisah diatas, kita akan menemukan sebuah keberuntungan yang tiada tara untuk ummat yang hidup jauh dari zaman Rasulullah SAW. Bahwa Rasulullah sangat merindukannya. Pada kisah di atas kita akan menjumpai sebuah “uluran tangan” dari Rasulullah dalam bentuk kasih yang tak terputus dan berhenti kepada ummatnya, walau waktu, ruang serta zaman yang begitu jauh darinya.
Kepedulian Rasulullah adalah kepedulian yang tak bertepi dan berujung. Kecintaanya terhadap ummatanya melebihi segala yang ada pada dunia ini. Kita semua tahu, bahwa Rasulullah hidup tak sedikitpun ruang untuk dirinya akan tetapi semuanya untuk Islam dan ummatnya. Cacian, makian serta penghianatan yang ia terima, tak pernah membuatnya surut untuk memperjuangkan Islam dan ummatnya.
Mungkin kita semua mahfun bahwa janggut Rasulullah menjelang akhir hayatnya dibasahai air mata karena memikirkan derita ummat sepeningalnya. Ia merebahkan dirinya di atas tanah dan mengangkatnya sebelum Allah mengizinkan untuk memberikan syafaat kepada ummatnya. Begitu besar cinta Rasul kepada ummatnya. Begitu dalam kasih sayannya kepada kita semua. Abu Dzar bercerita bahwa Nabi SAW, bangun malam dan mendirikan shalat. Beliau terus-menerus membaca satu ayat “Jika engkau mengazab mereka, mereka adalah hamba-hamba-Mu. Jika engkau ampuni mereka. Engkau sungguh maha perkasa dan maha bijaksana”(al-Maidah:118).
Dalam kasih Rasulullah yang teduh semuanya mengalir kepada ummatnya. Rindu dan kasih Rasul seperti ia mengisi ronga-rongga ummatnya yang dahaga. Layaknya membasahi tanah-tanah yang tandus nan kering. Tapi semua rindu dan kasihnya itu dapat kita jumpai, bisa kita rasakan jikalau kita selaku ummatnya mencintainya melebihi kecintaannya kepada siapa-pun walau kita tak pernah bersua dengannya. Lalu apakah bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah SAW? Kecintaan yang bisa membawa kita sebagai orang-orang dirindu dan dikasihi oleh Rasulullah?


No comments:

Post a Comment